Halaman

Jumat, 15 Maret 2024

PENELITIAN KUANTITATIF

Oleh: Dr. Sutarto, M.Si., M.M.

Dosen Pascarsajana STAI Nida El-Adabi Bogor


A.   Jenis-Jenis Data Penelitian

Data merupakan bentuk jamak dari dantum yang berarti keterangan yang menggambarkan persoalan atau hasil pengamatan dari ciri atau karakteristik populasi atau sampel dan seringkali dalam bentuk angka. Syarat data dari suatu penelitian harus bersifat mampu menggambarkan seluruh persoalan sampel (reprsentatif) dan tepat waktu (up to date).

Klasifikasi data penelitian didasarkan pada:

1.    Sifat/wujud datanya

a.    Data Kuantitatif menunjukkan kuantitas, bentuk angka absolute (parametric) sehingga dapat ditentukan magnitudenya (besarannya), misalnya 5 kg.

b.    Data Kualitatif

Menunjukkan kualitas, bentuk angka non parametric (ordinal dan nominal), misalnya: pintar, bodoh, sedang.

Data kualitatif memiliki ciri terdiri dari dua atau lebih atribut, tidak mempunyai rangking atau peringkat, misalnya: laki-laki, perempuan, golongan darah. sedangkan data yang memiliki dua atribut: dikotome/binary, misalanya: Yes-No, Hidup-Mati, Plus-Minus.

2.      Cara memperoleh data

Data numerik terbagi menjadi dua yaitu data discreate dan data continuous

a.    Data discreate diperoleh dengan (perhitungan), sebagai contohnya adalah nilai mahasiswa, jumlah mahasiswa.

b.    Data kontinyu continuous diperoleh dari hasil pengukuran, sebagai contohnya adalah hasil pengukuran tinggi badan, berat badan dan lain sebagainya.

3.      Sumber Data

a.    Data Primer

Data primer dalam suatu penelitian diperoleh langsung dari sumbernya dengan melakukan pengukuran, menghitung sendiri dalam bentuk angket, observasi, wawancara dan lain-lain

b.    Data Sekunder

Data sekunder diperoleh secara tidak langsung dari orang lain, kantor yang berupa laporan, profil, buku pedoman, atau pustaka.

4.      Waktu Pengambilan Data

a.    Data Cross Sectional: sesaat atau dipotret sekali

b.    Data Time Series: dipotret beberapa kali dengan jangka waktu berbeda.

5.    Skala Pengukuran Data: nominal, ordinal, interval dan rasio

B.   Jenis-Jenis Penelitian

1.  Jenis Penelitian Menurut Pendekatan Analitik

a.       Penelitian Kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal yang diolah dengan metoda statistik.

v  Penelitian Deskriptif menganalisis data secara sistematik.

Analisis yang digunakan: analisis persentase dan analisis kecenderungan. Kesimpulan yang dihasilkan tidak bersifat umum. Jenis penelitian deskriptif adalah penelitian survei.

v  Penelitian Inferensial analisis hubungan antar variabel dengan pengujian hipotesis. kesimpulan penelitian jauh melebihi sajian data kuantitatif saja

b.      Penelitian Kualitatif menekankan analisis proses berfikir secara deduktif dan induktif yang berkaitan dengan dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dan menggunakan logika ilmiah. ditekankan pada kedalaman berfikir formal dalam menjawab permasalahan. bertujuan untuk mengembangkan konsep sensitivitas pada masalah, menerangkan realitas yang berkaitan dengan penelusuran teori dari bawah (grounded theory), dan mengembangkan pemahaman akan satu atau lebih dari fenomena yang dihadapi.

2.  Jenis Penelitian Menurut Tujuan

a.       Penelitian Eksploratif untuk menemukan sesuatu yang baru dapat berupa pengelompokkan suatu gejala, atau fakta tertentu. Penelitian ini banyak memakan waktu dan biaya


 

 

 

 

 

b.      Penelitian     Pengembangan     untuk    mengembangkan     aspek     ilmu pengetahuan.

Misalnya: penelitian yang meneliti tentang pemanfaatan terapi gen untuk penyakit-penyakit menurun

c.       Penelitian Verifikatif untuk    menguji kebenaran suatu fenomena.

3.  Jenis Penelitian Menurut Waktu

a.       Penelitian Longitudinal

Secara langsung mengukur sifat (nature) dan tingkat (rate) perubahan dalam satu sampel yang sama pada tingkatan (stages) yang berbeda. Ciri-ciri penelitian longitudinal: waktu penelitian lama, memerlukan biaya yang relatif besar, melibatkan populasi yang mendiami wilayah tertentu, dipusatkan pada perubahan variabel amatan dari waktu ke waktu.

b.      Penelitian Cross Sectional

Secara tidak langsung mengukur sifat dan tingkat yang sama dengan mengambil sampel yang berbeda dari tingkatan (levels); atau studi kecenderungan (trend) yang dirancang untuk menentukan pola-pola perubahan masa lalu dalam rangka meramalkan pola kondisi masa depan. Penelitian cross-sectional memiliki tiga ciri distingtif, yaitu: tidak berdimensi waktu; bergantung pada perbedaan-perbedaan yang ada daripada perubahan akibat intervensi (dalam eksperimen); kelompok didasarkan pada perbedaan yang ada daripada pengelompokan acak.

4.   Jenis Penelitian Menurut Rancangan

a.       Penelitian Korelasional (correlational research)

b.      Penelitian Kausal-Komparatif (causal-comparative research)

c.       Penelitian Eksperimental-Sungguhan (true-experimental research)

d.      Penelitian Eksperimental-Semu (quasi-experimental research)

e.       Penelitian Tindakan (action research)

 

C.   Paradigma dalam Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif

Secara umum penelitian dibagi atas dua jenis, yaitu penelitian dasar (basic research) dan penelitian terapan (applied research). Penelitian dasar merupakan penyelidikan terhadap sesuatu objek karena keingintahuan, kepedulian peneliti dan penerapan terhadap penemuan tidak menjadi prioritas utama. Sedangkan penelitian terapan atau penelitian praktikal merupakan penyelidikan yang sistematis, terus menerus terhadap suatu masalah dengan tujuan praktis dan hasilnya dapat dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.

Metode penelitian sebagai alat untuk mencari jawaban terhadap pemecahan permasalahan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Kedua pendekatan tersebut menggunakan paradigma yang berbeda. Imran Manan (1993: 1) menjelaskan paradigma positivistic menggunakan metodologi kuantitatif dan paradigma naturalistic menggunakan metodologi kualitatif.

Paradigma positivistik berkembang di Perancis dan Jerman pada Abad 19 seperti tercermin dari karya John Stuart Mill berjudul “A System of Logic” terbit tahun 1843. Stuart Mill mengemukakan asumsi dasar sebagai berikut :

(1) ilmu sosial dan ilmu alamiah mempunyai tujuan yang identik, yaitu menemukan hukum-hukum umum yang berguna untuk penjelasan gejala alam untuk meramalkan peristiwa–peristiwa, (2) ilmu sosial dan ilmu alamiah memiliki metodologi yang identik, (3) ilmu-ilmu sosial lebih komplek dari ilmu alamiah, (4) konsep-konsep dapat didefinisikan dari referensi langsung kategori-kategori empiris yaitu objek-objek yang kongkrit, (6) uniformitas alam dalam hal waktu dan ruang, (7) hukum-hukum alam secara alamiah atau secara induktif diperoleh dari data, (8) sampel yang besar mengurangi keanehan (ideosincrasy) dan akan menggungkapkan sebab-sebab yang umum (hukum alam).

Penerapan asumsi positivisme telah mendorong perkembangan ilmu alamiah, namun penerapannya di bidang ilmu sosial menimbulkan kritikan. Imran Manan (1993: 3) menjelaskan salah satu kritik mendasar yang dikemukakan Lincoln dan Guba berhubungan erat dengan asumsi dasar positivistik yang sukar dipergunakan dalam bidang ilmu-ilmu sosial. Kelima asumsi dasar itu adalah : (1) asumsi ontologis yang menganggap hanya ada satu realitas nyata yang dapat dipecah-pecah menjadi bagian-bagian yang dapat dikaji secara independent; keseluruhan merupakan penjumlahan bagian- bagian, (2) asumsi epistimologis tentang kemungkinan pemisahan antara pengamat dengan yang diamati, (3) asumsi tentang independensi temporal dan kontekstual dari pengamatan, sehingga apa yang benar pada satu waktu dan tempat, dengan keadaan yang cocok, akan juga sama di waktu dan tempat yang lain, (4) asumsi kausalitas yang bersifat linier, tak ada akibat tanpa sebab dan tak ada sebab tanpa akibat, (5) asumsi aksiologis menyangkut bebas nilai, yaitu

metodologi yang ilmiah akan menjamin bahwa hasil suatu penelitian seyogianya bebas dari pengaruh sistem nilai (Lincol and Guba, 1985:28).

Lebih lanjut Imran Manan (1993: 3) menjelaskan karena kelima asumsi dasar tersebut tidak tepat digunakan dalam bidang ilmu sosial, disebabkan hakekat objeknya berbeda, maka aksioma yang menjadi paradigma dari penelitian naturalistik diperlukan paradigma baru, yeng merupakan paradigma pasca positivistik, dengan asumsi (1) argument hakekat perilaku penelitian yang menunjukkan peneliti tak dapat menggunakan model yang berbeda bagi dirinya dengan model bagi yang ditelitinya, (2) argumen intensionalitas (maksud) yang menunjukan perlunya pengecekkan maksud-maksud yang ada pada subjek yang diteliti dengan interpretasi yang dibuat oleh peneliti, (3) argumen bahasa menunjukan peneliti harus sama dengan bahasa dari yang diteliti, (4) argument epistimologi yang diperluas menunjukkan proses penyelidikan ilmiah melibatkan tidak hanya pengetahuan proposional, tetapi juga pengetahuan praktis dan pengetahuan pengalaman, (5) argument aksiologi menunjukkan kebenaran sebuah proposisi tergantung pada nilai yang disepakati bersama dan argumen moral dan politik.

Perbedaan paradigma penelitian kuantitatif dengan kualitatif menyebabkan perbedaan proses penelitian yang dilaksanakan dari kedua pendekatan tersebut.

 

D.   Pengertian Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk mengungkapkan gejala secara holistik-konstektual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif lebih menonjol disusun dalam bentuk narasi yang bersifat kreatif dan mendalam serta menunjukkan ciri-ciri naturalistik yang penuh dengan nilai-nilai otentik. Sedangkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menitikberatkan pada pengukuran dan analisis hubungan sebab-akibat antara bermacam macam variabel, bukan prosesnya, penyelidikan dipandang berada dalam kerangka bebas nilai.

Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang pada dasarnya menggunakan pendekatan deduktif-induktif. Pendekatan ini berangkat dari suatu kerangka teori, gagasan para ahli, maupun pemahaman peneliti berdasarkan pengalamannya yang kemudian dikembangkan menjadi permasalahan-permasalahan beserta pemecahannya yang diajukan untuk memperoleh pembenaran (verifikasi) dalam bentuk dukungan data empiris di laporan.

Penelitian kualitatif adalah penekanan pada proses dan makna yang tidak dikaji secara ketat atau belum diukur, menekankan sifat realita yang terbangun secara sosial, hubungan erat antara yang diteliti dengan peneliti, tekanan situasi yang membentuk penyelidikan, sarat nilai, menyoroti cara munculnya pengalaman sosial sekaligus perolehan maknanya.

 

E.   Penelitian Kuantitatif

Penelitian kuantitatif berbeda dengan penelitian kualitatif. Penelitian kuantitatif menghasilkan informasi yang lebih terukur. Hal ini karena ada data yang dijadikan landasan untuk menghasilkan informasi yang lebih terukur. Penelititan kuantitatif tidak mempermasalahkan hubungan antara peneliti dengan subyek penelitian karena hasil penelitian lebih banyak tergantung dengan instrumen yang digunakan dan terukur variabel yang digunakan, dari pada intim dan keterlibatan emosi antara peneliti dengan subyek yang diteliti.

Borg dan Gall (1989) mengidentifikasi bahwa penelitian kuantitatif terdiri dari penelitian eksploratif dan penelitian sebab akibat (causal). Penelitian eksplioratif lebih menekankan kepada upaya menggabarkan situasi. Kerlinger (1986) membedakan penelitian kuantitatif menjeadi penelitian eksperimen dan penelitian non-eksperimen. Dengan menggunakan kerangka yang digunakan oleh Borg dan Gall, nampaknya Kerlinger tidak mempertimbangkan penelitian eksploratif sebagai salah satu bentuk penelitian kuantitatif. Pembahasan ini akan mengkategorikan penelitian kuantitatif menjadi dua, yaitu penelitian eksploratif dan penelitian causal. Lebih lanjut penelitian sebab akibat menjadi penelitian eksperimen dan non eksperimen. Sebagai dikemukakan di atas, meskipun penelitian kuantitatif berbeda jenisnya, akan tetapi diantara penelitian kuantitatif yang berbeda tersebut mempunyai beberapa ciri yang sama, yaitu sampel merupakan dasar dalam menggambil kesimpulan dan kedua ketepatan dalam penggunaan instrumen dan dalam mengukur variabel merupakan indikator utama untuk mengukur.

1.    Penelitian Eksploratif


Penelitian eksploratif merupakan sarana yang efektif untuk memberikan gambaran keadaan sosial tertentu. Meskipun demikian, para peneliti yang bertujuan untuk melakukan pembuktian hipotesis penelitian eksploratif bukan merupakan sarana yang tepat, karena kecenderungan pada penelitian eksploratif hanya mendeskripsikan kecenderungan satu variabel tanpa mempertimbangkan atau mengontrol variabel lainnya. Di lain pihak penelitian yang dimaksud untuk menguji hipotesis, analisis data tidak hanya dilakukan dengan memperkirakan hubungan antar dua variabel. Pembuktian hipotesis pada dasarnya didasarkan kepada hubungan non-spurious. Hal ini bisa dilakukan dengan proses elaborasi yaitu mengontrol beberapa variable lainnya. Dilain pihak penelitian yang dimaksudkan untuk menguji hipotesa, analisis data tidak saja dilakukan dengan hanya memperkirakan hubungan antar dua variabel. Pembuktian hipotesa pada dasarnya didasarkan pada hubungan non sprious. Hal ini bisa dilakukan dengan proses elaborasi yaitu mengontrol beberapa variable yang diduga mempunyai pengaruh terhadap hubungan dua variable yaitu variabel independen dan variabel dependen.

Pada penelitian eksploratif metode yang digunakan adalah analsis frekwensi satu variabel. Dengan demikian, hasil analisis adalah kecendrungan satu variabel. Meskipun demikian, masih banyak penelitian di Indonesia tentang coherence antara lain analisis data dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan pada hasil analisis. Akibatnya, adalah peneliti tersebut mengambil kesimpulan melebihi daripada informasi berdasarkan temuan penelitian. Analisis data dengan menggunakan data tabulasi silang pada derajat tertentu dapat digunakan untuk mengukur sebab akibat, tetapi daya prediksinya tidak sekuat hasil analisis statistik.

2.  Penelitian Kausal

Meskipun ada salah satu bentuk penelitian yang di desain untuk menjelaskan hubungan antar variabel, tetapi kesimpulan yang bersifat kausal tidak bisa didasarkan pada simplicity. Artinya bahwa dengan hanya berdasarkan pada perhitungan statistik yang signifikan kemudian peneliti bisa mengambil kesimpulan kausalistik dari dua variabel atau lebih. Kesimpulan tentang hubungan kausalistik dari dua variabel atau lebih berlangsung melalui empat tahap yaitu : (1) tahap konseptual, (2) tahap pengukuran variabel, (3) tahap seleksi sampel dan (4) tahap manipulasi matematis. Keempat tahap ini merupakan satu kesatuan yang harus dipenuhi kalau kesimpulan kausalistik menjadi tujuan.

Oleh karena itu meskipun penelitian berikut ini tergolong pada penelitian kausal, namun dalam mengambil kesimpulan bersifat kausalistik harus mempertimbangkan keempat tahap tersebut. Tanpa mempertimbangkan keempat tahap tersebut, peneliti telah mengambil oversimplified conclusion. Kesimpulan semacam ini kurang mempunyai arti bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Seperti telah disebutkan di atas, penelitian yang tergolong pada penelitian kausal adalah penelitian eksperimen dan penelitian non eksperimen. Lebih populernya penelitian non eksperimen ini disebut sebagai penelitian survey.

Perbedaan prinsip antara penelitian eksperimen dan non eksperimen adalah terletak pada kemampun peneliti dalam mengontrol perlakuan yang diberlakukan pada subjek penelitian. Pada penelitian eksperimen. Peneliti mempunyai kontrol terhadap perlakuan yang diberikan kepada subjek penelitian. Sedangkan pada penelitian suvey tidak. Jika ada hipotesa yang menyebutkan bahwa jika X dan Y, maka ada penelitian non eksperimen peneliti hanya mengumpulkan data tentang kecende-rungan pada X dan Y dan kemudian memperkirakan derajat kovariasi yang tinggi, maka peneliti mempunyai satu prasyarat untuk mengatakan jika X dan Y. Di lain pihak, bagi penelitian eksperimen, dalam menguji hipotesa tersebut, maka peneliti akan mengukur variasi pada variabel Y dan kemudian memanipulasi variable X dan kemudian melihat derajat kovariasi antara X dan Y. Jika terdapat derajat kovariasi yang tinggi maka perlakuan yang dikenakan kepada variabel X yang menyebabkan terjadinya kovarias antara X dan Y. Perbedaan lain yang membedakan antara keduanya adalah pada penelitian eksperimen didasarkan pada asumsi equality dari kelompok-kelompok yang akan dibandingkan. Bahwa sebelum diberikan perlakuan kelompok- kelompok yang akan diteliti harus dalam kondisi sederajat, yang menjadikan mereka tidak sederajat adalah karena perlakuan yang diberikan oleh peneliti.

Pada penelitian non eksperimen perlakuan sudah diasumsikan terjadi, jadi asumsi equality tidak berlaku. Hasil analisis yang menunjukkan bahwa kelompok yang satu mempunyai karakteristik tertentu, sedangkan kelompok lainnya.


F.   Masalah Penelitian Kuantitatif

Masalah penelitian merupakan suatu pernyataan yang mempersoalkan keberadaan suatu variabel atau mempersoalkan hubungan antara variabel pada suatu fenomena. Variabel merupakan suatu arti yang dapat membedakan antara sesuatu dengan yang lain (Kountour, 2005). Pada penelitian-penelitian yang behubungan dengan ilmu sosial sumber masalah penelitian dapat diperoleh dari 4P (Kumar, 1996), yaitu People, Problem, Program dan Phenomena. People berarti masalah penelitian dapat bersumber dari manusia baik secara individu maupun komunal, problem berarti masalah dapat bersumber dari setiap permasalahan yang dihadapi manusia, sedangkan program berarti bahwa masalah penelitian dapat bersumber dari program yang akan sedang atau telah dilaksanakanm Dan phenomena berarti bahwa variabel yang berhubungan dengan tempat, kejadian, waktu, siklus dimana sesuatu hal berlangsung.

Setiap penelitian selalu berangkat dari masalah. Dalam penelitian kuantitatif, masalah yang dibawa oleh peneliti harus sudah jelas. Setelah diidentifikasikan, dan dibatasi, maka selanjutnya masalah tersebut dirumuskan. Rumusan masalah pada umumnya dinyatakan dalam kalimat pertanyaan. Dengan pertanyaan ini maka akan dapat memandu peneliti untuk kegiatan penelitian selanjutnya. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka peneliti menggunakan berbagai teori untuk menjawabnya. Jadi teori dalam penelitian kuantitatif ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah penelitian tersebut. Jawaban terhadap rumusan masalah yang baru menggunakan teori tersebut dinamakan hipotesis, maka hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.

Seperti telah dikemukakan bahwa pada dasamya penelitian itu dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang antara lain dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Untuk itu setiap penelitian yang akan dilakukan harus selalu berangkat dari masalah. Seperti dinyatakan oleh Emory (1985) bahwa, baik penelitian mumi maupun terapan, semuanya berangkat dari masalah, hanya untuk penelitian terapan, hasilnya langsung dapat digunakan untuk membuat keputusan.

Jadi setiap penelitian yang akan dilakukan harus selalu berangkat dari masalah, walaupun diakui bahwa memilih masalah penelitian sering merupakan hal yang paling sulit dalam proses penelitian. Bila dalam penelitian telah dapat menemukan masalah yang betul-betul masalah, maka sebenamya pekerjaan penelitian itu 50% telah selesai. Oleh karena itu menemukan masalah dalam penelitian merupakan pekerjaan yang tidak mudah, tetapi setelah masalah dapat ditemukan, maka pekerjaan penelitian akan segera dapat dilakukan

Masalah yang diidentifikasikan dalam penelitian akan berhubungan dengan judul dan tujuan penelitian, hal ini kembali lagi pada pernyataan bahwa sebuah penelitian harus dijalankan secara sistematik dan setiap tahap tidak dapat berdiri sendiri, sehingga akan berkorelasi dengan tahapan berikutnya.

Masalah timbul karena adanya tantangan, adanya kesangsian ataupun kebingungan kita terhadap suatu hal atau fenomena, adanya kemenduaan arti (ambiguity), adanya halangan dan rintangan adanya celah (gap) baik antar kegiatan atau antar fenomena, baik yang telah ada maupun yang akan ada. Penelitian diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah itu atau sedikit- sedikitnya menutup celah yang terjadi.

Perumusan masalah merupakan hulu dari penelitian dan merupakan langkah yang penting dan pekerjaan yang sulit dalam penelitian ilmiah.

1.     Ciri-ciri Masalah yang Baik

a.    Masalah yang dipilih harus mempunyai nilai penelitian

1)     Masalah haruslah mempunyai keaslian

2)     Masalah harus menyatakan suatu hubungan

3)     Masalah harus merupakan hal yang penting

4)     Masalah harus dapat diuji

5)     Masalah harus dinyatakan dalam bentuk pertanyaan

b.   Masalah yang dipilih harus mempunyai fisibilitas

1)     Data serta metode untuk memecahkan masalah harus tersedia

2)     Biaya relatif tersedia

3)     Waktu untuk memecahkan masalah tersedia

4)     Tidak bertentanghan dengan norma-norma yang berlaku

c.    Masalah yang dipilih harus sesuai dengan kualifikasi si peneliti.

1)     Masalah menarik perhatian si peneliti

2)     Masalah harus sesuai dengan kualifikasi

2.    Sumber Masalah


a.    Pengamatan terhadap kegiatan manusia

b.   Pengamatan terhadap alam sekelilingnya

c.    Bacaan

d.   Ulangan serta perluasan penelitian

e.    Cabang studi yang sedang dikembangkan

f.    Catatan dan Pengalaman Pribadi

g.   Praktek serta keinginan mayarakat

h.   Bidang spesialisasi

i.     Pelajaran yang sedang diikuti

j.     Dikusi ilmiah

k.   Perasaan intuisi

3.    Cara Merumuskan Masalah

a.    Masalah biasanya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan

b.   Rumusan hendaklah jelas dan padat

c.    Rumusan    masalah    haru    berisi    implikasi    adanya    data    untuk memecahkan masalah

d.   Rumusan masalah harus merupakan dasar dalam membuat hipotesis

e.    Masalah harus menjadi dasar judul penelitian

Penelitian diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan baik keputusan yang bersifat strategic maupun oprasional. Permasalahan berikut adalah topik-topik pengambilan keputusan ekonomi dan bisnis apa saja yang dapat memberi manfaat dari sebuah penelitian. Berikut adalah beberapa topi penelitian Pendidikan Agama Islam yang umum dilakukan khususnya oleh peneliti bidang pendidikan,

Masalah adalah segala sesuatu yang membuat peneliti risau, tidak puas, dan membutuhkan jalan keluar untuk mengatasinya. Secara singkat, masalah diartikan juga sebagai tidak selarasnya antara harapan dengan kenyataan.

Ide masalah dapat ditelaah kembali dari sumber kerisauan atau ketidakpuasan peneliti. Sumber kerisauan atau ketidakpuasan itu dapat diperoleh melalui pengalaman langsung peneliti atau pengamatan langsung. Selain itu dapat juga dari pengalaman yang tidak langsung. Pengalaman tidak langsung dapat berasal dari informasi melalui mass media, ataupun pendapat pakar dalam sebuah temu ilmiah. Dapat pula ide itu ditangkap setelah membaca hasil penelitian atau artikel tertentu. Kemudian hasil pengkajian atas dokumen laporan, dapat juga menjadi dasar untuk mengenali dan menangkap permasalahan penelitian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar