Halaman

Jumat, 15 Maret 2024

KERANGKA PENELITIAN DAN VARIABEL PENELITIAN

 

Oleh: Dr. Sutarto, M.Si., M.M.

Dosen Pascarsajana STAI Nida El-Adabi Bogor


A.   Proses Penelitian

Setiap penelitian selalu berangkat dari masalah. Dalam penelitian kuantitatif, masalah yang dibawa oleh peneliti harus sudah jelas. Setelah diidentifikasikan, dan dibatasi, maka selanjutnya masalah tersebut dirumuskan. Rumusan masalah pada umumnya dinyatakan dalam kalimat pertanyaan. Dengan pertanyaan ini maka akan dapat memandu peneliti untuk kegiatan penelitian selanjutnya. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka peneliti menggunakan berbagai teori untuk menjawabnya. Jadi teori dalam penelitian kuantitatif ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah penelitian tersebut. Jawaban terhadap rumusan masalah yang baru menggunakan teori tersebut dinamakan hipotesis, maka hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.

Masalah adalah segala sesuatu yang membuat peneliti risau, tidak puas, dan membutuhkan jalan keluar untuk mengatasinya. Secara singkat, masalah diartikan juga sebagai tidak selarasnya antara harapan dengan kenyataan. Ide masalah dapat ditelaah kembali dari sumber kerisauan atau ketidakpuasan peneliti. Sumber kerisauan atau ketidakpuasan itu bisa diperoleh melalui pengalaman langsung atau pengamatan langsung peneliti. Selain itu bisa juga dari pengalaman yang tidak langsung. Pengalaman tidak langsung bisa berasal dari informasi melalui media masa, ataupun pendapat pakar dalam sebuah temu ilmiah. Dapat juga ide itu ditangkap setelah membaca hasil penelitian atau artikel tertentu. Kemudian hasil pengkajian atas dokumen laporan, dapat pula menjadi dasar untuk mengenali dan menangkap permasalahan penelitian.

Penelitian sebagai suatu kegiatan mencari kebenaran dengan menggunakan metode ilmiah dituntut untuk memulai segala sesuatu dengan permasalahan yang nyata. Permasalahan yang dipilih untuk dasar penelitian harus memiliki relevansi dengan keilmuan peneliti. Disamping itu permasalahan yang dipilih juga sebaiknya memenuhi karakteristik umum, antara lain:

1)         Aktual, artinya masalah tersebut merupakan masalah yang sedang hangat dirasakan atau bersifat kekinian. 

2)         Menarik, artinya penelitian yang dilakukan mengundang hasrat dan keinginan untuk mengetahui permaslahan secara mendalam dan mengetahui penyelesaian masalah yang memungkinkan untuk dilakukan.

3)         Hasil kajiannya akan bermanfaat dan memiliki dampak solutif terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masayarakat, serta memiliki dampak yang berarti terhadap keilmuan peneliti.

4)         Orisinal, artinya penelitian yang dilakukan menjanjikan kebaruan (novelty) bukan pengulangan dari penelitian sebelumnya.

Jadi setiap penelitian yang akan dilakukan perkembangan harus selalu berangkat dari masalah, walaupun diakui bahwa memilih masalah penelitian sering merupakan hal yang paling sulit dalam proses penelitian. Bila dalam penelitian telah dapat menemukan masalah yang betu-betul masalah, maka sebenarnya pekerjaan penelitian itu 50% telah selesai. Oleh karena itu menemukan masalah dalam penelitian merupakan pekerjaan yang tidak mudah, tetapi setelah masalah dapat ditemukan, maka pekerjaan penelitian akan segera dapat dilakukan.

Hipotesis yang masih merupakan jawaban sementara tersebut, selanjutnya akan dibuktikan kebenarannya secara empiri/nyata. Untuk itu peneliti melakukan pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan pada populasi tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti. Bila populasi terlalu luas, sedangkan peneliti memiliki keterbatasan waktu, dana dan tenaga, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Bila peneliti diambil harus bermaksud membuat generalisasi, maka sampel yang representative, dengan teknik random sampling.

Meneliti adalah mencari data yang teliti/akurat. Untuk itu peneliti perlu menggunakan instrumen penelitian. Dalam ilmu-ilmu alam, teknik, dan ilmu - ilmu empirik lainnya, instrumen penelitian seperti thermometer untuk mengukur suhu, timbangan untuk mengukur berat semuanya sudah ada, sehingga tidak perlu membuat instrumen. Tetapi dalam penelitian sosial, sering instrumen yang akan digunakan untuk meneliti belum ada, sehingga peneliti harus membuat atau mengembangkan sendiri. Agar instrumen dapat dipercaya, maka harus diuji validitas dan reliabilitasnya.

Setelah instrumen teruji validitas dan reliabilitasnya, maka dapat digunakan untuk mengukur variabel yang telah ditetapkan untuk diteliti. Instrumen untuk pengumpulan data dapat berbentuk test dan nontest. Untuk instrumen yang berbentuk nontest, dapat digunakan sebagai kuesioner, pedoman observasi dan wawancara. Dengan demikian teknik pengumpulan data selain berupa test dalam penelitian ini dapat berupa kuesioner, obeservasi dan wawancara.

Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis. Analisis diarahkan untuk menjawab rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan. Dalam penelitian kuantitatif analisis data menggunakan statistik. Statistik yang digunakan dapat berupa statistik deskriptif dan inferensial/induktif. Statistik inferensial dapat berupa statistik parametris dan statistik nonparametris. Peneliti menggunakan statistik inferensial bila penelitian dilakukan pada sampel yang diambil secara random.

Data hasil analisis selanjutnya disajikan dan diberikan pembahasan. Penyajian data dapat menggunakan tabel, tabel distribusi frekuensi, grafik garis, grafik batang, piechart (diagram lingkaran), dan pictogram. Pembahasan terhadap hasil penelitian merupakan penjelasan yang mendalam dan interpretasi terhadap data-data yang telah disajikan.


 


 

 

Gambar 2.1. Komponen dan proses penelitian kuantitatif


Setelah hasil penelitian diberikan pembahasan, maka selanjutnya dapat disimpulkan. Kesimpulan berisi jawaban singkat terhadap setiap rumusan masalah berdasarkan data yang telah terkumpul. Jadi kalau rumusan masalah ada lima, maka kesimpulannya juga ada lima. Karena peneliti melakukan penelitian bertujuan untuk memecahkan masalah, maka peneliti berkewajiban untuk memberikan saran-saran. Melalui saran-saran tersebut diharapkan masalah dapat dipecahkan. Saran yang diberikan harus berdasarkan kesimpulan hasil penelitian. Jadi jangan membuat saran yang tidak berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.

Apabila hipotesis penelitian yang diajukan tidak terbukti, maka perlu dicek apakah ada yang salah dalam penggunaan teori, instumen, pengumpulan, analisis data, atau rumusan masalah yang diajukan.

 

B.   Kerangka Teoritis

Pada hakekatnya penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang suatu masalah. Pengetahuan yang diperoleh dari penelitian terdiri dari fakta, konsep, generalisasi dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami fenomena untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Masalah dalam penelitian muncul karena adanya kesulitan yang menganggu kehidupan manusia atau karena dorongan ingin tahu sebagai sifat naluri manusia.

Pada bagian landasan teori memuat sari-sari hasil penelitian literatur yaitu berupa teori-teori. Uraian teori yang disusun dapat dengan kata-kata penulis secara bebas dengan tidak mengurangi makna teori tersebut atau dalam bentuk kutipan dari tulisan orang lain. Teori-teori tersebut harus relevan dengan permasalahan penelitian yang akan dilakukan. Landasan teori sangat perlu ditegakkan agar penelitian tersebut mempunyai dasar yang kuat, bukan sekedar penelitian coba-coba. Dengan adanya landasan teori ini menjadi penanda bahwa penelitian itu merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data.

Kerangka teoritis merupakan suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah. Teori merupakan kumpulan proporsisi umum yang saling berkaitan dan digunakan untuk menjelaskan sebuah hubungan timbal balik antara beberapa variabel. Teori secara logis mencermati dokumentasi dari riset sebelumnya yang terdapat pada area masalah yang sama secara umum.

Membangun sebuah kerangka konseptual akan dapat membantu kita dalam mengendalikan maupun menguji suatu hubungan serta meningkatkan pengetahuan atau pengertian kita terhadap sebuah fenomena. Karena teori merupakan bagian dalam proses mendapatkan ilmu, bab ini diawali dengan uraian tentang hakekat dan esensi dari ilmu. Dilanjutkan dengan menyoroti bangunan dasar teori, menyusun kerangka teoritis dan pengajuan hipotesis (Kuncoro, 2003).

Landasan teori adalah salah satu bagian yang ada didalam suatu penelitian yang berisi tentang teori-teori dan juga hasil penelitian yang berasal dari studi kepustakaan. Bagian ini berfungsi sebagai kerangka teori yang digunakan untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan penelitian. Landasan teori juga dapat disebut sebagai kerangka teori. Secara umum, kerangka teori ini terdiri dari beberapa konsep beserta dengan definisi dan juga refrensi yang akan digunakan untuk literatur ilmiah yang sangat relevan, teori yang digunakan untuk studi ataupun penelitian.

1.  Fungsi Teori dalam Penelitian

Teori yang digunakan dalam penelitian memiliki beberapa fungsi, yaitu diantaranya adalah sebagai berikut:

a.      Berfungsi untuk meringkas dan juga menyusun pengetahuan yang ada didalam suatu bidang tertentu.

b.      Berperan untuk memberikan keterangan secara sementara tentang peristiwa dan juga hubungan-hubungan yang sedang diamati, hal tersebut dilakukan dengan cara memberikan variabel-variabel yang saling berhubungan satu sama lain.

c.       Berfungsi untuk merangsang adanya perkembangan pengetahuan baru dengan cara memberikan arahan ke penyelidikan yang selanjutnya.

Selain tiga fungsi teori diatas, menurut Nang Martono, teori dalam penelitian mempunyai kegunaan atau fungsi sebagai berikut:

1).              Memberikan pola dalam interpretasi data. Teori menyediakan berbagai argumentasi yang dapat digunakan untuk menganalisis atau memberikan penafsiran atas hasil penelitian yang telah diolah. Argumentasi akan lebih kuat apabila didukung dengan teori yang ada.

2).              Menghubungkan satu studi dengan studi lainnya

3).              Teori membantu peneliti menemukan suatu kerangka konseptual untuk menjelaskan hubungan antara hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan.

4).              Menyajikan kerangka. Teori memberikan penjelasan mengenai definisi atau makna sebuah konsep atau variabel. Definisi konsep bermanfaat untuk membatasi studi yang dilakukan serta memberikan informasi bagi orang lain yang tertarik dengan hasil penelitian kita, sehingga ia dapat melakukan studi lanjutan.

5).              Memungkinkan peneliti menginterpretasikan data yang lebih besar dari temuan yang diperoleh dari suatu penelitian.

Terdapat tiga macam teori yang berhubungan dengan data empiris, diantaranya adalah:

1).              Teori deduktif: memberi keteranganyang dimulai dari suatu perkiraan atau pikiran spekulatif tertentu ke arah data akan diterangkan.

2).              Teori induktif: cara menerangkannya dari data ke arah teori. Dalam bentuk ekstrim titik pandang yang positif.

3).              Teori Fungsional: adanya interaksi pengaruh antara data dan perkiraan teoritis, yaitu data mempengaruhi pembentukan teori dan pembentukan teori kembali mempengaruhi data (Sugiyono, 2012).

Dalam metode penelitian kuantitatif, teori berguna sebagai dasar penelitian untuk diuji. Oleh karena itu, sebelum pengumpulan data, peneliti menjelaskan teori secara komprehensif. Teori menjadi kerangka kerja untuk keseluruhan proses penelitian, mulai dari bentuk dan rumusan pertanyaan atau hipotesis hingga prosedur pengumpulan data. Peneliti melakukan verifkasi teori dengan cara menjawab hipotesis atau pertanyaan penelitian yang diperoleh dari teori. Pertanyaan penelitian tersebut mengandung variabel untuk ditemukan jawabannya. Oleh karena itu, metode penelitian kuantitatif berangkat dari teori.

2.      Cara Menuliskan Landasan Teori

Dalam menuliskan landasan teori, terdapat beberapa hal yang perlu harus diperhatikan terlebih dahulu, yaitu diantaranya sebagai berikut:

a.    Terdapat nama dari penemu teori

b.   Menuliskan tahun dan tempat pertama kali

c.    Berikan uraian ilmiah teori

d.   Hubungkan teori-teori yang ada dengan upaya penelitian guna mencapai tujuan atau target penelitian

Selain empat hal tersebut di atas, dalam menyusun sebuah landasan teori terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang peneliti, beberapa diantaranya adalah:

1)         Dalam penyusunan sebuah landasan teori, sebaiknya seorang peneliti memakai panduan yang berhubungan dengan berbagai permasalahan yang sedang diteliti dan juga panduan yang berisikan hasil penelitian sebelumnya.

2)         Penulisan antar bab dan sub bab yang lainnya harus tetap saling terhubung dengan jelas serta harus memperhatikan aturan-aturan dari penulisan pustaka.

3)         Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan benar, studi pustaka harus memenuhi prinsip keterbaruan dan juga harus berhubungan dengan masalah penelitian.

Jika menggunakan refrensi dengan beberapa edisi, maka yang harus digunakan adalah edisi terbaru, sedangkan apabila refrensi sudah tidak diterbitkan lagi maka refrensi yang dipakai adalah yang terakhir diterbitkan. Untuk penggunaan jurnal sebagai bahan refrensi, maka pemabatasan tahun penerbitan tidak berlaku.

1)         Semakin banyak sumber bacaan yang dibaca maka akan membuat kualitas penelitian yang dilakukan semakin baik, terlebih lagi sumber bacaan yang berasal dari teks book atau sumber lainnya yang misalnya dari jurnal, koran, artikel atau majalah ilmiah, internet dan yang lainnya.

2)         Teori yang ada dalam sebuah penelitian bukanlah sebuah pendapat pribadi dari seseorang, keculali jika pendapat tersebut sudah tertulis didalam buku 

3)         Untuk penelitian korelasional, pada bagian akhir dari kerangka teori telah disajikan model teori, model konsep (jika diperlukan) dan juga model hipotesis pada sub bab tersendiri. Namun jika untuk penelitian studi kasus, hanya cukup dengan menyusun sebuah model teori dan juga memberi keterangannya.

Model teori yang dimaksudkan di atas adalah sebuah kerangka pemikiran dari seorang penulis didalam suatu penelitian yang dilakukan olehnya. Kerangka tersebut bisa berupa kerangka ahli yang sudah ada, ataupun kerangka yang berdasarkan dengan teori pendukung yang ada.

Landasan teori umumnya berfungsi untuk meringkas dan juga menyusun pengetahuan yang ada di dalam suatu bidang tertentu. Landasan teori harus ada dalam sebuah penelitian sebab landasan teori kerap dijadikan sebagai acuan atau pedoman ketika hendak melakukan suatu penelitian didalam sebuah karya tulis. Landasan teori dianggap sangat penting karena memberikan konsep-konsep yang sudah relevan, asumsi-asumsi dasar yang dapat digunakan serta dapat membantu dalam memberikan makna terhadap sebuah data yang ada.

3.    Tingkatan dan Fokus Teori

a.      Tingkatan Teori

Terdapat tiga tingkatan teori menurut Neuman, 2003 (dalam Sugiyono, 2011) yaitu ada tingkatan mikro, meso dan macro. Teori tingkatan mikro adalah sedikit ruang waktu, tempat atau urutan orang- orang. Konsep tersebut pada umumnya bukan abstrak. Kedua yaitu teori tingkatan meso, dimana teori ini mengukur suatu teori yang mencoba untuk menghubungkan tingkatan mikro dan makro pada suatu tingkatan dasar. Teori yang ketiga adalah teroi tingkatan makro, dimana teori ini merupakan perhatian operasi yang lebih besar dari jumlah keseluruhan seperti sistem kultur dan gerakan sosial.

b.      Fokus Teori

Menurut Neuman, 2003 (dalam Sugiyono, 2011) juga membedakan fokus teori menjadi tiga yaitu teori subtantif, teori formal, dan middle range teori. Subtantif teori dikembangkan untuk suatu keprihatinan sosial seperti hubungan RAS. Formal teori dikembangkan untuk suatu konsep yang luas dalam teori umum. Middle range teori merupakan teori penyamarataan empiris atau hipotesis spesifik. Teori ini digunakan untuk perumusan hipotesis yang akan diuji melalui pengumpulan data.

4.    Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir adalah sebuah model atau gambaran yang berupa konsep yang didalamnya menjelaskan tentang hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya. Sebaiknya kerangka berpikir dibuat dalam bentuk diagram atau skema, dengan tujuan untuk mempermudah memahami beberapa variabel data yang akan dipelajari pada tahap selanjutnya. Kerangka berpikir dapat dikatakan sebagai rumusan-rumusan masalah yang sudah dibuat berdasarkan dengan proses deduktif dalam rangka menghasilkan beberapa konsep dan juga proposisi yang digunakan untuk memudahkan seorang peneliti merumuskan hipotesis penelitiannya.

Uma Sekaran dalam bukunya Business Research, 1992 dalam (Sugiyono, 2010) mengemukakan bahwa, kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. erangka berfikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang akan diteliti. Secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antar variabel independen dan dependen. Bila dalam penelitian ada variabel moderator dan intervening, maka juga perlu dijelaskan, mengapa variabel itu ikut dilibatkan dalam penelitian. Pertautan antar variabel tersebut, selanjutnya dirumuskan ke dalam bentuk paradigma penelitian. Oleh karena itu pada setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan pada kerangka berfikir (Sugiyono, 2010)

a.  Ciri Kerangka Berpikir:

Perlu diketahu beberapa ciri-ciri dari kerangka berpikir, seperti yang dapat dilhat di bawah ini:

1)      Dapat dikatakan sebagai pemikiran dari susunan instruksi logika yang sudah diatur dalam rangka menjelaskan variabel yang diteliti.

2)      Kerangka dibuat untuk menjelaskan instruksi dari aliran logika secara sistemastis.

3)      Ditujukan untuk memperjelas variabel data yang sedang diteliti sehingga pengukurannya dapat dirinci secara relevan.

4)      Dalam kerangka berpikir harus menerangkan: mengapa penelitian ini dilakukan, bagaimana proses penelitian ini dilakukan, apa yang akan diperoleh melalui penelitian tersebut, dan untuk apa hasil penelitian tersebut jika sudah diperoleh.


b.  Kerangka Berpikir Hendaknya Memenuhi Kriteria Berikut Ini:

1)      Teori yang digunakan untuk berargumentasi sebaiknya yang sudah dikuasai sepenuhnya serta mengikuti perkembangan teori yang terkini.

2)      Analisis filsafat dari teori-teori keilmuan yang diarahkan pada cara berpikir keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut harus disebutkan secara tersurat semua asumsi, prinsip yang mendasarinya.

Kerangka berfikir sangat diperlukan dalam proses pembuatan penelitian ilmiah, baik skripsi, Tasis, karya tulis ataupun dalam pembuatan tugas akhir. Kerangka berpikir menjadi panduan dalam penyelesaian dari awal hingga akhir.

c.  Langkah-langkah Penyusunan Kerangka Berpikir

Sebelum membahas lebih jauh mengenai kerangka berpikir, ada baiknya jika kita terlebih dahulu memahami bagaimana cara membuat skema dari kerangka berpikir ini, berikut langkah-langkahnya:

1)   Menentukan sebuah variabel yang lebih detail

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang peneliti adalah menetapkan sebuah variabel data yang lebih rinci. Apabila seorang peneliti ingin mendapatkan berbagai macam teori yang nantinya akan dicari untuk mendukung terbentuknya kerangka berpikir yang lebih jelas. Maka dari itu seorang peneliti harus menentukan variabel data terlebih dahulu. Berikut beberapa cara untuk menentukan variabel data yang lebih detail, yaitu:

a)        Perhatikan terlebih dahulu judul yang kalian buat

b)       Tentukan variabel-variabel data dari judul tersebut

c)        Lalu tuliskan semua variabel data yang sudah kamu tentukan

2)   Membaca buku-buku hasil penelitian

Apabila hal yang pertama sudah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah peneliti harus membaca buku-buku dari hasil penelitian yang relevan. Buku yang dimaksud disini dapat berupa ensiklopedia, kamus, atau buku teks yang lainnya. Sedangkan untuk mempelajari tentang hasil penelitian yang dibaca dapat meiputi jurnal ilmiah, laporan penelitian, tesis, skripsi maupun disertasi.

3)   Deskripsikan teori dan hasil penelitian

Sugiyono (2010) mengemukakan bahwa seorang peneliti harus menguasai teori-teori ilmiah sebagai dasar bagi argumentasi dalam menyusun kerangka pemikiran yang membuahkan hipotesis. Krangka pemikiran ini merupakan penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi obyek permasalahan. Jika membaca buku-buku dari hasil penelitian sudah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah peneliti dapat mengungkapkan teori- teori yang berhubungan dengan variabel data yang akan diteliti.

4)   Menganalisis teori dan juga hasil penelitian secara kritis

Tahap keempat yang harus dilakukan adalah menganalisis teori serta hasil penelitian secara kritis. Namun dalam proses menganalisis, seorang peneliti dapat mengkaji teori yang sudah ditetapkan sesuai dengan objek penelitian tersebut atau tidak. Karena seringkali terdapat teori yang berasal dari luar negeri yang tidak sesuai dengan penelitian yang terdapat di dalam negeri.

5)   Menganalisis komparatif tentang teori dan hasil penelitian

Pada tahap yang kelima ini, peneliti harus melakukan sebuah analisa serta perbandingan dengan cara membandingkan teori yang satu dengan yang lainnya. Seseorang peneliti dapat menggabungkan teori yang satu dengan yang lainnya ataupun dengan cara mereduksi jika hasil analisis tersebut dipandang terlalu luas.

6)   Sintesa kesimpulan

Setelah melakukan beberapa tahap di atas, selanjutnya yang harus dilakukan adalah peneliti dapat melakukan sebuah sintesa atau kesimpulan sementara. Perpaduan antar variabel akan menghasilkan beberapa kerangka berpikir yang kemudian dapat digunakan untuk merumuskan sebuah hipotesis. Kiteria utama agar suatu kerangka pemikiran bisa meyakinkan sesama ilmuwan, adalah alur-alur pikiran yang logis dalam membangun suatu kerangka berfikir yang membuahkan kesimpulan yang berupa hipotesis. Jadi kerangka berfikir merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang

telah dideskripsikan. Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut, selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel yang diteliti. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis (Sugiyono, 2010).

7)   Kerangka berpikir

Apabila sintesa kesimpulan tersebut sudah dilakukan, maka tahap yang terakhir adalah peneliti sudah dapat menyusun skema dari kerangka berpikir, terdapat dua macam kerangka berpikir yaitu kerangka asosiatif atau komparatif. Kerangka berfikir asosiatif dapat menggunakan kalimat.

8)   Hipotesis

Setelah kerangka berpikir selanjutnya disusunlah hipotesis.

d.  Macam-macam Kerangka Berpikir

Ketika ingin menuliskan kerangka berpikir terdapat tiga jenis dari kerangka ini yang perlu diketahui, yaitu sebagai berikut:

1)   Kerangka teoritis

Kerangka teoritis merupakan salah satu jenis kerangka yang didalamnya menegaskan tentang teori yang dijadikan sebagai landasan serta digunakan untuk menjelaskan fenomena yang sedang diteliti.

2)   Kerangka operasional

Kerangka operasional adalah sebuah kerangka yang didalamnya menjelaskan tentang variabel yang diperoleh dari konsep-konsep yang sudah dipilih dan juga menunjukkan adanya hubungan antara variabel data tersebut serta menjelaskan hal apa saja yang bisa dijadikan sebagai indikator yang digunakan untuk mengukur variabel yang berhubungan.

3)   Kerangka konseptual

Kerangka konseptual adalah sebuah kerangka yang didalamnya menjelaskan konsep yang terdapat pada asumsi teoritis, yang kemudian digunakan untuk mengistilahkan unsur yang terdapat dalam objek yang akan diteliti serta menunjukkan adanya hubungan antara konsep tersebut.

Kerangka berfikir dalam suatu penelitian perlu dikemukakan apabila dalam penelitian tersebut berkenaan dua variabel atau lebih. Apabila penelitian hanya membahas sebuah variabel atau lebih secara mandiri, maka yang dilakukan peneliti disamping mengemukakan deskripsi teoritis untuk masing-masing variabel, juga argumentasi terhadap variasi besaran variabel yang diteliti (Sapto Haryoko, 1999, dalam Sugiyono, 2010). Penelitian yang berkenaan dengan dua variabel atau lebih, biasanya dirumuskan hipotesis yang berbentuk komparasi maupun hubungan. Oleh karena itu dalam rangka menyusun hipotesis penelitian yang berbentuk hubungan maupun komparasi, maka perlu dikemukakan kerangka berfikir.

 

C.   Jenis Variabel Penelitian

Dalam penelitian, selain mendefinisiskan masalah dalam penelitian, hal berikutnya yang sangat penting dalam menjaga sistematika dan menjaga agar penelitian tetap berada di rel yang tepat adalah menentukan variabel penelitian yang kemudian akan di break down menjadi indikator-indikator dalam instrumen penelitian. Variabel menunjukkan suatu arti yang dapat membedakan antara suatu dengan yang lain dan dapat diukur (Kountour, 2005). Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2003).

Dalam melakukan penelitian tentunya harus ada objek yang diteliti. Objek penelitian dapat berupa orang, benda, transaksi, atau kejadian. Selanjutnya, sekumpulan objek yang dipelajari tadi dinamakan populasi. Dalam mempelajari populasi, peneliti berfokus pada satu atau lebih karakteristik atau sifat dari objek. Karakteristik semacam itu disebut sebagai variabel. Nama variabel sesungguhnya berasal dari fakta bahwa karakteristik tertentu bisa bervariasi diantara objek dalam suatu populasi. Misalnya berat badan dapat dikatakan variabel, karena berat badan merupakan karakteristik dari orang yang menjadi objek penelitian. Nilai atau ukuran berat badan sekelompok orang bervariasi antara satu orang dengan yang lainnya. Demikian juga motivasi, persepsi dapat juga dikatakan sebagai variabel karena persepsi dari sekelompok orang tertentu bervariasi. Jadi kalau peneliti akan memilih varaibel penelitian, baik yang dimiliki orang, maupun bidang kegiatan dan keilmuan tertentu, maka harus ada variasinya.

Variabel adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan atau menggambarkan suatu karakteristik atau ciri, yang menggambarkan suatu nilai atau suatu gugus nilai. Variabel tersebut sering diberi lambang X, Y dan Z. Karakteristik tersebut bervariasi sehingga disebut Variabel, Chance Variabel, Random Variabel.

Variabel terbagai dua golongan, variabel kuantitatif dan kualitatif. Variabel kuantitatif adalah penggambaran karakteristik yang dinyatakan dengan data yang diperoleh melalui pengukuran. Sedangkan variabel kualitatif adalah penggambaran karakteristik yang dinyatakan dengan data yang diperoleh melalui pengamatan yang dikatagorikan oleh pengamat, tidak dihasilkan oleh pungukuran.

Selanjutnya variabel kuantitatif berifat kontinu dan diksret. Variabel kontinu adalah variabel yang secara teoritis dapat bernilai sembarang bilangan baik pecahan maupun bilangan bulat. Contoh tinggi badan, tinggi pohon, dan hasil panen. Sedangkan variabel diskret atau diskontinu adalah variabel yang memiliki nilai bulat, contohnya jumlah keluarga.

Pentingnya mengenali variabel dalam penelitian adalah, untuk:

1.    Menemukan fokus kajian agar peneliti tetap konsisten pada tujuan dan fokus penelitian,

2.    Untuk menemukan keterkaitan logis dengan variabel lain berdasarkan teori dan paradigma ilmu yang mendasarinya, dan

3.    Merumuskan indikator, dimensi, dan pilihan instrumen keilmuan yang akan digunakan dala penelitian beserta turunannya.

Variabel perlu diidentifikasikan, diklasifikasikan dan didefinisikan secara operasional dengan jelas dan tegas oleh peneliti. Bisa jadi pengoperasionalannya berbeda antara peneliti satu dengan lainnya, karena selain tujuan penelitian berbeda, karakteristik data yang dihadapi juga berlainan. Dari hal itu maka dapat disimpulkan bahwa satu variabel yang digunakan oleh beberapa peneliti, bisa memiliki pemahaman operasional yang berbeda tergantung maksud dan tujuan yang ingin dicapainya.

Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain maka macam- macam variabel dalam penelitian dapat dibedakan menjadi:


1.      Variabel Independent. Variabel ini sering di sebut sebagai variabel stimulus, prediktor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).

 

Misal:

  Pengaruh disiplin (X) terhadap kinerja petugas pelayanan restoran (Y).

  Pemberian insentif (X) mempengaruhi prestasi kerja (Y).

2.      Variabel Dependen. Variabel Dependen sering disebut sebagai variabel output kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variable terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variable bebas.


Misal:

     Model pelayanan (X) mempengaruhi kreativitas (Y).

     Pendidikan dan pelatihan (X) mempengaruhi kompetensi (Y).

3.      Variabel Moderator adalah variabel yang mempengaruhi (memperkuat dan memperlemah) hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.


Misal:

     Model pelayana (X) memengaruhi kreativitas (Y), akan diperkuat dan diperlemah oleh fasilitas yang ada atau durasi waktu (M).

     Pendidikan dan pelatihan (X) memengaruhi kompetensi seseorang (Y), akan diperkuat dan diperlemah oleh kebijakan pimpinan (M).

4.      Variabel Intervening adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel indenpenden dengan dependen menjadi hubungan yang tidak langsung dan dapat diamati dan diukur.

   

Misal:

     Model pelayanan (X) memengaruhi kreativitas pimpinan (I), dan kreativitas pimpinan memengaruhi kreativitas karyawan (Y), akan diperkuat dan diperlemah oleh fasilitas kerja yang ada.

     Pendidikan dan pelatihan (X) memengaruhi keterampilan kerja (I), dan keterampilan memengaruhi kompetensi (Y).

5.      Variabel Kontrol yaitu variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga pengaruh variabel indenpenden terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang diteliti. Variabel kontrol sering dipergunakan peneliti, bila akan melakukan penelitian yang bersifat membandingkan. Misal, pada kasus Model pelayanan (X) memengaruhi kreativitas karyawan (Y). Peneliti menetapkan variabel pengalaman, atau jenis kelamin karyawan. Artinya kepengaruhan X terhadap Y berbeda tidak pada kelompok pengalaman dan jenis kelamin yang berbeda? Demikian pula pada contoh kasus, pendidikan dan pelatihan

(X) memengaruhi kompetensi seseorang (Y). Peneliti menetapkan variabel lamanya diklat, atau jenis tugas. Artinya kepengaruhan X terhadap Y berbeda tidak pada kelompok lamanya diklat dan jenis tugas yang berbeda.

Masalah yang sering muncul adalah bagaimana menggolongkan apakah sebuah variabel menjadi variabel intervering atau variable moderating.


D.   Skala Penelitian

Penentuan skala dalam penelitian adalah untuk mengetahui ciri-ciri atau karateristik sesuatu hal berdasarkan suatu ukuran tertentu sehingga dapat dibedakan golongan dan urutan atau karateristik suatu objek penelitian. Dikenal empat macam ukuran yang dapat digunakan dalam mengukur sebuah variabel. Keempat ukuran yang ditujukan kepada variabel adalah skala nominal, ordinal, interval dan rasio.

Skala nominal adalah bentuk pengukuran yang sangat simple karena hanya semata-mata membedakan kategori satu dengan yang lain, tanpa ada perbedaan strakta antara kategori. Sebagai contoh pada variable jenis kelamin,

1.    Laki laki

2.    Perempuan

Walaupun secara nilai 2 lebih besar dari pada 1, tetapi tidak ada perbedaan strakta antara 2 dan 1, hal ini karena 2 dan 1 hanya menunjukkan kategori.

Skala Ordinal, hampir sama dengan skala nominal, skala ordinal juga membedakan antara satu ketegori dengan kategori yang lain, hanya saja sudah terdapat perbedaan strakta perkategori, tetapi jarak antara tingkatan bias jadi tidak sama. Sebagai contoh menilai kualitas pembelajaran,

1.   Buruk

2.   Kurang Baik

3.   Cukup

4.   Baik

5.   Sangat Baik

Dikatakan terdapat strakta antara kategori sebagai contoh antara 1 (buruk) dan 2 (kurang baik) hingga 5 (sangat baik), tetapi perbedaan “rasa” antara sangat baik dan baik, atau baik dan cukup, atau cukup dan kurang baik tidak dapat didefinisikan secara tepat dan setiap orang mungkin saja memiliki “rasa” yang berbeda.

Skala interval memiliki ciri-ciri yang sama dengan skala ordinal, hanya saja skala interval, jarak antara kategori dapat diukur secara jelas dan setiap orang memiliki persepsi yang sama. Sebagai contoh dalam sebuah ujian terdapat 10 soal, jika si A menjawab salah sebanyak 2 maka nilai yang didapat A adalah 8, sedangkan si B menjawab salah sebanyak 6, maka nilai yang didapat B adalah 4. Dalam hal ini terdapat jarak yang jelas antara nilai.

Skala rasio merupakan skala pengukuran tertinggi. Pada skala pengukuran ini ditentukan nilai nol sejati dan jarak interval harus sama. Perbandingan (rasio) dapat dilakukan terhadap dua nilai tertentu. Contohnya adalah, penggaris dengan satuan cm atau inci, kita dapat mengatakan bahwa penggaris panjang 60cm adalah dua kali lipat dari penggaris dengan panjang 30 cm.

 

Tabel 1 Perbandingan sifat skala

 

Sifat

Nominal

Ordinal

Interval

Rasio

Membedakan (=,=)

YA

YA

YA

YA

Urutan (<,>)

-

YA

YA

YA

Jarak (+,-)

-

-

YA

YA

Nol Mutlak (x,: )

-

-

-

YA

Sumber : Rangkuti, 2015

 

Pengukuran data dapat dilakukan dalam berbagai cara, antara lain melalui pembuatan skala pengukuran. Dalam pembuatan skala, asumsi yang digunakan adalah sesuatu berada dalam keadaan kontinyu, misalnya sesuatu memiliki keadaan baik, kurang baik, tidak baik dsb. Begitu juga dalam hal pendapat, maka dapat digambarkan dalam keadan setuju, kurang setuju dan tidak setuju.

Dalam membuat skala pengukuran dilakukan pada items. Dan items yang diukur biasanya berasal dari sampel, dari sampel ini ingin ditarik kesimpulan terhadap sebuah populasi, oleh karena itu sampel harus betul- betul mewakili populasi.

Skala harus memiliki validitas, yaitu skala tersebut harus benar-benar mengukur apa yang dikehendaki untuk diukur. Disamping itu harus memiliki reliabilitas, artinya skala harus menghasilkan ukuran serupa jika digunakan pada sampel yang sama lainnya.

Dalam membuat skala, pertama-tama tentukan variabelnya, kalau masih memungkinkan daat dibuat sub variabel, kemudian disusun items-itemsnya beserta indikator-indikatornya.

Metode penggunaan skala dipergunakan apabila seluruh skala-skala tersebut diatas ingin digabungkan untuk mendapatkan variable baru. Untuk itu digunakan teknik skala Likert, Guttman, Thurstone, Skala jarak sosial, Skala penilaian (rating scale), Skala membuat ranking, Skala konsistensi internal.

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Skala Likert digunakan untuk mengukur sesuatu yang jelas baik dan jelas buruk. Skor respon responden dijumlahkan dan jumlah ini merupakan total skor dan total skor inilah ditafsirkan sebagai posisi responden dalam Skala Likert. Skala Likert menggunakan ukuran ordinal, karenanya hanya dapat membuat ranking.

Prosedur Penyusunan Skala Likert adalah sebagai berikut:

1)    Peneliti mengumpulkan item-item yang cukup banyak, yang relevan dengn masalah yang sedang diteliti yang terdiri dari item yang cukup terang disukai dan yang cukup terang tidak disukai.

2)    Kemudian item-item tersebut dicoba kepada sekelompok responden yang cukup representatif dari populasi yang ingin diteliti

3)    Responden di atas diminta untuk mencek tiap item apakah ia membenarkan atau menyetujuinya (+) atau tidak membenarkannya atau menyenaginya atau menyetujuinya (-). Respon dikumpulkan dan jawaban yang memberikan indikasi menyenangi diberi skor tertinggi, tidak ada masalah msalnya untuk memberikan angka lima untuk skor tertinggi dan 1 skor terendah, yang paling penting konsistensi arah sikpa yangdiperlihatkan.

4)    Total skor dari masing-msing individu adalah penjumlahan dari skor masing-masing item dari individu tersebut.

5)    Respon responden dianalisis untuk mengetahu item-item mana yang sangat nyata antara batsan antara skor tertinggi dan skorvv terendah dalam skala total.

Setiap pertanyan akan diberi skala pengukuran Likert, dengan lima skala pengukuran.  Skala pengukuran tersebut adalah sebagai berikut:

1)         Sangat Setuju (SS),


2)         Setuju (S),

3)       Ragu-ragu (R)

4)       Tidak Setuju (TS)

5)       Sangat Tidak Setuju (STS) .

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan, baik bersifat favorable (positif) bersifat bersifat unfavorable (negatif).

Skala Guttman adalah skala pengukuran dengan tipe ini, akan di dapat jawaban yang tegas, yaitu ya atau tidak, benar atau salah, pernah atau tidak, positf atau negatif, dan lain-lain. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikhotomi (dua alternatif). Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang di tanyakan. Sebagai contoh penelitian terkait kualitas layanan sebuah destinasi wisata.

 

Pertanyaan : Ragunan memberikan layanan yang baik

a. Setuju   b. Tidak Setuju

Skala Thurstone adalah skala yang disusun dengan memilih butir yang berbentuk skala interval. Setiap butir memiliki kunci skor dan jika diurut, kunci skor menghasilkan nilai yang berjarak sama. Skala Thurstone dibuat dalam bentuk sejumlah (40-50) pernyataan yang relevan dengan variabel yang hendak diukur kemudian sejumlah ahli (20-40) orang menilai relevansi pernyataan itu dengan konten atau konstruk yang hendak diukur. Adapun contoh skala penilaian model Thurstone adalah seperti data berikut:

 

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10


Nilai 1 pada skala di atas menyatakan sangat tidak relevan, sedangkan nilai 10 menyatakan sangat relevan.

 

Tabel 2 Contoh Model Thurstone

Petanyaan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Minat terhadap

mata kuliah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

eksakta

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kualitas Dosen pengajar sangat

respesentatif

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kurikulum yang ditetapkan cukup

berkualitas

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Skala semnatik diferensial yaitu skala untuk mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum dimana jawaban yang sangat positif terletak dibagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negative terletak dibagian kiri garis, atau sebaliknya.

Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala semantic differential adalah data interval. Skala bentuk ini biasanya digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang.

 

Contoh:   Penggunaan   skala    Semantik    Diferensial    mengenai    kualitas salesman

Pertanyaan:


Kemampuan berbicara salesman

Berkualitas        7       6       5        4        3        2       1            Tidak Berkualitas Pemahaman terhadap produk

Berkualitas        7       6       5     4       3         2        1            Tidak Berkualitas Kemampuan dalam mengelola data base

Berkualitas        7      6      5       4        3        2        1                         Tidak Berkualitas

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar