DASAR PENGETAHUAN
Oleh: Dr. Sutarto, M.Si., M.M.
Dosen Pascarsajana STAI Nida El-Adabi Bogor
Suatu kebenaran dapat ditemukan melalui
proses ilmiah dan nonilmiah. Kebenaran yang ditemukan dengan proses
nonilmiah meliputi: akal sehat, intuitif
(melalui proses yang tak disadari atau tanpa berfikir terlebih dahulu), trial
and error (secara coba-coba tanpa kesadaran akan pemecahan masalah tertentu/kebetulan), otoritas
(kewibawaan seorang ilmuan/pejabat tertentu, pendapat mereka umumnya sering diterima orang tanpa diuji karena dipandang
sudah benar), prasangka dan wahyu.
A. Manusia Serba Ingin Tahu Dalam Mencari Kebenaran
Dalam
sejarah peradaban, jalan menuju kepada kebenaran dan pengetahuan sangat
panjang. Sedikit demi sedikit dengan
susah payah, akhirnya manusia berhasil juga
mengungkapkan tabir yang gelap selama berabad-abad.
Pendorong yang kuat ke arah usaha yang tidak mengenal lelah ini adalah kodrat manusia yang selalu mencari dan mencari,
hasrat ingin tahu yang dimiliki setiap orang.
Hasrat
inilah yang menyebabkan orang ingin mendapatkan kebenaran, apakah yang sebetulnya menyebabkan adanya petir, adanya
angin, gerhana, berkembangnya penyakit, cara-cara menyembuhkan penyakit, terjadinya inflasi,
meningkatnya kenakalan remaja,
apa yang terdapat di ruang angkasa, dan masih
banyak peristiwa alam lainnya dalam masyarakat.
Hasrat ingin tahu ini kemudian dilakukan melalui penelitian, maka apa yang sekarang dianggap soal biasa
mungkin beberapa abad yang lalu masih merupakan rahasia yang banyak menimbulkan spekulasi.
Telah banyak rahasia alam yang
menakjubkan yang diketahui oleh ilmu pengetahuan. Namun demikian setiap hari masih banyak juga peristiwa
yang belum terpecahkan, baik yang lama, maupun yang baru muncul, yang tadinya belum pernah ada. Semua itu merupakan
tantangan bagi penelitian.
Penelitian selalu diperbaharui untuk mengatasi sikap hidup dan cara berpikir yang tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan zaman. Dan sesungguhnya sikap hidup dan cara berpikir yang tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan zaman dan cara berpikir yang spekulatif- aksiomatis tidak dapat dipertahankan lagi. Bagi mereka yang baru mempelajari dasar-dasar dan metodologi penelitian, ada baiknya untuk mengenal taraf berfikir dalam mencari kebenaran, agar dapat membedakan mana yang dapat dikatakan berfikir spekulatif-aksiomatis dan mana yang ilmiah.
B. Penalaran
Penalaran (reasoning) dapat didefinisikan dalam dua pengertian, yakni: Pertama, Penalaran
merupakan suatu proses berpikir dengan menghubungkan
petunjuk, bukti dan fakta atau pun sesuatu yang dianggap sebagai bahan bukti, untuk dapat ditarik menjadi
suatu kesimpulan. Kedua, Penalaran merupakan proses berpikir
yang logis dan sistematis untuk memperoleh sebuah pengetahuan atau keyakinan sebagai
suatu kesimpulan.
Penalaran merupakan aktivitas
pikiran pada sesuatu
yang masih abstrak,
untuk mewujudkannya kepada suatu pemahaman
memerlukan suatu simbul.
Simbol atau lambang
yang digunakan dalam penalaran berbentuk
bahasa, sehingga wujud penalaran akan berupa argumentasi. Kemudian suatu pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata-kata, sedangkan untuk
proposisi simbol yang digunakan adalah suatu
kalimat berita dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran
konklosi dari suatu premis (asumsi).
Pemikiran manusia adalah aktivitas penalaran
yang saling berkait.
Tidak ada proposisi
(pernyataan) tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama–sama
dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula prposisi dan dari proposisi
akan digunakan sebagai
premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil
dari rangkaian pengertian.
Kemampuan menalar merupakan faktor yang membedakan manusia dengan binatang. Penalaranlah manusia mampu mengembangkan pengetahuan, sedangkan pada binatang pengetahuannya terbatas pada instink dan hanya digunakan untuk survive. Manusia menggunakan nalar untuk mengembangkan pengetahuan dan mengembangkan kebudayaan.
Penalaran adalah proses berfikir dalam
menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Penalaran
menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berfikir
bukan dengan perasaan.
Dengan demikian berfikir
merupakan kegiatan utama untuk menemukan
pengetahuan.
Pengetahuan yang tidak didasarkan
pada penalaran adalah: intuisi, wahyu, perasaan. Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran
mengembangkan faham yang disebut faham Rasionalisme. Sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap
lewat pengalaman manusia
merupakan sumber kebenaran
mengembangkan faham Empirisme.
Seseorang yang melakukan
penalaran, bertujuan untuk menemukan suatu
kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat– syarat dalam menalar dapat dipenuhi, diantaranya yaitu:
1) Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu
yang memang benar atau sesuatu yang
memang salah; 2) Dalam penalaran, pengetahuan
yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar.
Benar disini harus meliputi sesuatu
yang benar secara formal maupun aterial. Formal berarti penalaran
memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan–aturan berpikir
yang tepat sedangkan
material berarti isi atau bahan yang dijadikan
sebagai premis tepat.
Penalaran dalam suatu karangan ilmiah mencakup 5 aspek, yaitu:
1. Aspek keterkaitan
Aspek keterkaitan adalah hubungan antarbagian yang satu
dengan yang lain dalam suatu
karangan. Artinya, bagian-bagian dalam karangan ilmiah harus berkaitan satu sama lain. Pada pendahuluan misalnya,
antara latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat harus berkaitan. Rumusan masalah juga harus berkaitan
dengan bagian landasan
teori, harus berkaitan
dengan pembahasan, dan harus berkaitan
juga dengan kesimpulan.
2. Aspek urutan
Aspek urutan adalah pola urutan tentang sesuatu yang harus didahulukan atau ditampilkan kemudian (dari hal yang paling mendasar ke hal yang bersifat pengembangan). Suatu karangan ilmiah harus mengikuti urutan pola pikir tertentu. Pada bagian Pendahuluan, dipaparkan dasar-dasar berpikir secara umum. Landasan teori merupakan paparan kerangka analisis yang akan dipakai untuk membahas. Baru setelah itu persoalan dibahas secara detail dan lengkap. Di akhir pembahasan disajikan kesimpulan atas pembahasan sekaligus sebagai penutup karangan ilmiah.
3. Aspek argumentasi
Yaitu bagaimana hubungan
bagian yang menyatakan fakta, analisis terhadap
fakta, pembuktian suatu pernyataan, dan kesimpulan dari hal yang telah dibuktikan. Hampir sebagian besar isi karangan
ilmiah menyajikan
argumen-argumen mengapa masalah tersebut perlu dibahas (pendahuluan), pendapat-pendapat/temuan-temuan dalam analisis harus memuat argumen-argumen yang lengkap dan mendalam.
4. Aspek teknik
penyusunan
Yaitu bagaimana pola penyusunan yang dipakai, apakah
digunakan secara konsisten. Karangan
ilmiah harus disusun
dengan pola penyusunan tertentu, dan teknik ini bersifat baku dan universal. Untuk itu
pemahaman terhadap teknik penyusunan
karangan ilmiah merupakan syarat multak yang harus dipenuhi
jika orang akan menyusun karangan ilmiah.
5. Aspek bahasa
Yaitu bagaimana penggunaan bahasa dalam karangan tersebut,
baik dan benar, serta menggunakan
bahasa baku. Karangan ilmiah disusun dengan bahasa
yang baik, benar dan ilmiah. Penggunaan bahasa yang tidak tepat justru akan mengurangi kadar keilmiahan
suatu karya sastra lebih-lebih untuk karangan
ilmiah akademis. Beberapa ciri bahasa ilmiah: kalimat pasif, sedapat mungkin menghindari
kata ganti diri (saya, kami,
kita), susunan kalimat efektif/hindari kalimat-kalimat dengan klausa-klausa yang panjang.
C. Berpikir
1. Pengertian Berfikir
Pikir dalam kamus bahasa Indonesia berarti akal budi, ingatan, angan– angan, kata dalam hati, kira, dan sangka. Berfikir mencakup segala aktivitas mental, ketika berfikir saat memutuskan sesuatu, berfikir saat menulis artikel, menulis makalah, puisi, membaca buku, menulis surat, merencanakan liburan, atau menghawatirkan suatu problema yang harus dihadapi.
Berfikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Kegiatan berfikir juga melibatkan seluruh
pribadi manusia yang melibatkan perasaan
dan kehendak manusia. Memikirkan sesuatu berarti mengarahkan diri pada objek tertentu, menyadari
kehadirannya seraya secara aktif menghadir-kannya dalam pikiran kemudian
mempunyai gagaan atau wawasan tentang
objek tersebut.
Berfikir juga berarti berjerih–payah secara mental untuk
memahami sesuatu yang dialami atau
mencari jalan keluar dari persoalan yang sedang dihadapi. Dalam berfikir
juga termuat kegiatan
meragukan dan memastikan, merancang, menghitung, mengukur,
mengevaluasi, membandingkan, menggolongkan, memilah–milah, atau membedakan, menghubungkan, menafsirkan, melihat kemungkinan–kemungkinan yang ada,
membuat analisis dan sintesis, menalar, atau menarik kesimpulan dari premis
– premis yang ada, menimbang dan memutuskan.
Kegiatan berfikir, biasanya
dimulai ketika muncul keraguan dan pertanyaan
untuk dijawab atau berhadapan dengan persoalan atau masalah yang memerlukan pemecahan. Kegiatan berfikir juga dirangsang oleh kekaguman
dan keheranan dengan apa yang terjadi atau dialami. Dengan menimbulkan pertanyaan–pertanyaan untuk dijawab.
Setiap individu pasti memiliki cara berfikir yang
berbeda. Perbedaan dalam cara
berfikir dan pemecahan masalah merupakan hal yang nyata dan penting.
Perbedaan ini mungkin
sebagian disebabkan oleh faktor pembawaan
sejak lahir dan sebagian lagi berhubungan dengan taraf kecerdasan seseorang. Namun, jelas bahwa proses keseluruhan dari pendidikan formal dan pendidikan informal sangat mempengaruhi gaya berfikir
seseorang di kemudian hari, di samping mempengaruhi pula mutu pemikirannya (Leavitt, 1978 ).
Para ahli melihat
ihwal berfikir ini dari perspektif yang berlainan. Ahli–ahli psikologi asosiasi, misalnya,
menganggap bahwa berfikir adalah kelangsungan tanggapan–tanggapan ketika subjek berfikir
pasif. Plato beranggapan bahwa berfikir adalah
berbicara dalam hati.
Piaget menciptakan teori bahwa cara berfikir logis berkembang secara bertahap, kira–kira pada usia dua tahun dan pada sekitar tujuh tahun. Ia menunjukkan bahwa pada anak-anak tidak seperti bejana yang menuggu untuk diisi penuh dengan pengetahuan. mereka secara aktif membangun pemahamanya akan dunia dengan cara berinteraksi dengan dunia.
Berpikir adalah tingkah laku yang menggunakan ide untuk
membantu seseorang.¢ Secara sederhana,
berpikir adalah memproses informasi secara mental atau secara kognitif.¢ Secara lebih formal,
berpikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif
baik informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam long term memory.
Dalam Islam, seruan berfikir memperhatikan dan mengetahui tidak
dikhawatirkan akan membawa
dampak negatif yang bertolak belakang
dengan kebenaran agama, sebab Islam beranggapan bahwa kebenaran agama tidak akan bertentangan dengan
kebenaran rasio. Akidah haruslah berdasarkan ilmu bukan dengan penyerahan
diri secara buta.
Jadi, pada hakikatnya berikir merupakan ciri utama bagi
manusia untuk membedakan antara
manusia dan mahkluk lain. Dengan dasar berfikir ini, manusia dapat mengubah keadaan alam sejauh akal dapat
memikirkannya. Berfikir juga disebut
sebagai proses bekerjanya akal, manusia dapat berfikir karena manusia berakal.
Akal merupakan intinya
sebagai sifat hakikat,
sedangkan makhluk sebagai genus yang merupakan dhat, sehingga manusia dapat
dijelaskan sebagai makhluk yang berakal. Akal merupakan salah satu
unsur kejiwaan manusia untuk mencapai kebenaran, disamping rasa untuk mencapai keindahan
dan kehendak untuk mencapai kebaikan.
Dengan akal inilah,
manusia dapat berfikir
untuk mencari jalan yang hakiki.
Ada berbagai macam definisi yang bisa dijadikan
sebagai rujukan untuk memahami
definisi berpikir. Diantaranya;
1)
Philip L. Harriman mengungkapkan, bahwa berpikir adalah suatu aktivitas
dalam menanggapi suatu situasi yang tidak objektif
yang menyerang organ panca indera.
2)
Drever mengemukakan masalah
berpikir sebagai berikut:
“thinking is any course or
train of ideas; in the narrower and stricter sense, a course of ideas initiated by a problem”. Artinya, bahwa berpikir bertitik tolak dari adanya
persoalan atau problem yang dihadapi secara
individu.
3) Menurut Floyd L. Ruch, berpikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak.
4)
Drever, berpikir adalah melatih ide-ide
dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai
dengan adanya masalah.
5)
Solso, berpikir adalah sebuah proses dimana
representasi mental baru dibentuk
melalui transformasi informasi dengan interaksi yang komplek antara atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah
perkembangan ide dan konsep. Berfikir
adalah suatu keaktifan
pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan
yang terarah pada suatu tujuan.
Manusia berfikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian yang
diinginkan.
Berfikir merupakan daya yang paling utama serta merupakan ciri yang
khas yang membedakan manusia dan hewan. Manusia dapat berfikir karena manusia
mempunyai bahasa, sedangkan hewan tidak. “Bahasa” hewan adalah bahasa insting
yang tidak perlu dipelajari dan diajarkan,
sedangkan bahasa manusia adalah hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan.
Dengan bahasa, manusia bisa memberi nama kepada segala
sesuatu, baik yang kelihatan maupun
yang tidak kelihatan. Semua benda, sifat, pekerjaan,
dan lain–lain yang abstrak, diberi nama. Dengan begitu, segala sesuatu
yang pernah diamati
dan dialami dapat disimpan, menjadi
tanggapan–tanggapan dan pengalaman–pengalaman, kemudian
diolah (berfikir) menjadi pengertian– pengertian.
Dengan menggunakan bahasa yang lebih sederhana, berpikir
dapat didefinisikan sebagai
proses yang intens untuk memecahkan masalah dengan
meghubungkan satu hal dengan yang lainnya. Sebagaimana yang diungkapkan Anita Taylor, bahwa berpikir adalah proses penarikan
kesimpulan (thinking is a inferring process).
Namun bagaimanapun berpikir adalah proses. Berpikir muncul ketika melihat realitas dan fenomena yang ada di sekitar. Selama berada dalam keadaan jaga, gagasan-gagasan akan tercampur dengan ingatan, gambaran, fantasi, persepsi, dan asosiasi-asosiasi. Dalam proses berpikir orang menghubungkan pengertian satu dengan pengertian lain untuk mendapatkan pemecahan dari persoalan yang dihadapi. Pengertian- pengertian itu merupakan bahan atau materi yang digunakan dalam proses berpikir yang dapat dinyatakan dengan kata-kata, gambar, simbol-simbol atau bentuk-bentuk lainnya.
Sementara itu, berpikir sangat bergantung terhadap situasi dan kondisi, konsep dan lambang, serta bahasa yang dipergunakan. Karena warga masyarakat dari kebudayaan tertentu akan membentuk konsep- konsep dan menemukan kecocokan dengan situasi tertentu.
2. Sistematika Berfikir
a. Metode Induktif
Metode berpikir induktif
adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku
bagi fenomena sejenis
yang belum diteliti.
Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai. Jika dipanaskan, tembaga memuai. Jika
dipanaskan, emas memuai.
Jika dipanaskan, platina memuai.
∴ Jika dipanaskan, logam memuai. Jika
ada udara, manusia akan hidup. Jika
ada udara, hewan akan hidup. Jika ada udara, tumbuhan
akan hidup.
∴ Jika ada udara mahkluk
hidup akan hidup.
Metode berpikir induktif adalah proses berpikir logis
yang diawali dengan observasi data,
pembahasan, dukungan pembuktian, dan diakhiri
dengan kesimpulan umum. Proses penalaran
induktif dapat berupa generalisasi atau perampatan, analogi, dan hubungan kausal.
1)
Generalisasi atau perampatan adalah proses penalaran
berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala yang bersifat
khusus, serupa, atau sejenis
yang disusun secara logis dan diakhiri kesimpulan yang bersifat umum.
2)
Analogi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan terhadap gejala khusus dengan membandingkan atau mengumpamakan suatu objek yang sudah teridentifikasi secara jelas terhadap
objek yang dianalogikan sampai dengan kesimpulan yang berlaku umum.
3) Hubungan kausal (sebab–akibat/ akibat–sebab) adalah proses penalaran berdasarkan hubungan ketergantungan antargejala yang mengikuti pola sebab−akibat, akibat−sebab, sebab–akibat–akibat.
Karangan ilmiah kualitatif induktif dilandasi penalaran
(1) observasi data, (2) estimasi desain, (3) verifikasi
analisis, (4) pembenaran komparasi,
(5) konfirmasi keluaran, dan (6) generalisasi/induksi. Karangan ilmiah, yang merupakan penelitian kuantitatif induktif, proses penalarannya dapat diawali dengan (1) observasi estimasi atas masalah, (2) verifikasi hipotesis formulasi, (3) pembenaran hipotesis, (4) konfirmasi signifikansi, (5) generalisasi/induksi.
b. Metode Deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang
menerapkan hal-hal yang umum terlebih
dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Metode berpikir deduktif adalah proses berpikir logis
yang diawali dengan penyajian fakta
yang bersifat umum, disertai pembuktian khusus, dan diakhiri kesimpulan khusus yang berupa prinsip, sikap, atau
fakta yang berlaku khusus.
Penalaran deduktif dapat berupa
silogisme atau entimem.
1)
Silogisme adalah suatu proses penalaran
yang menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan sebuah kesimpulan yang merupakan proposisi
yang ketiga. Sementara
itu, proposisi merupakan
pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya
atau dapat ditolak
karena kesalahan yang terkandung di dalamnya (Keraf, 1982). Silogisme terdiri atas tiga
bagian, yakni premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
Contoh:
Semua
tumbuhan membutuhkan air (premis mayor). Akasia adalah tumbuhan (premis minor).
∴Akasia membutuhkan air (konklusi).
a) Premis Mayor
Premis mayor mengandung term mayor dari silogisme, merupakan generalisasi atau proposisi yang dianggap benar bagi semua unsur
atau anggota kelas tertentu.
Premis adalah proposisi yang menjadi dasar bagi argumentasi, sedangkan term adalah suatu kata atau frasa yang menempati fungsi subjek atau predikat.
b) Premis Minor
Premis minor mengandung term minor dari silogisme, berisi proposisi yang mengidentifikasi atau menunjuk sebuah kasus atau persitiwa khusus sebagai anggota dari kelas itu.
c) Kesimpulan
Kesimpulan adalah proposisi yang menyatakan bahwa apa
yang berlaku bagi seluruh kelas
akan berlaku pula bagi anggota-anggotanya.
2)
Entimem adalah bentuk silogisme yang tidak lengkap;
bagian silogisme yang dianggap sudah dipahami dihilangkan.
Karangan ilmiah kualitatif deduktif sering digunakan dalam pembahasan masalah-masalah humaniora. Selain itu, jenis karangan ini juga digunakan untuk mengupas masalah-masalah yang berkaitan dengan kualifikasi produk yang bernilai ekonomi, seperti keindahan pakaian, kecantikan, dan keserasian dapat pula menggunakan jenis karangan ini. Tidak ketinggalan, karangan jenis ini pun dapat pula berisi pembahasan produk teknologi yang dipadukan dengan seni, misalnya keindahan rumah, kemewahan mobil, dan kenyamanan menumpang pesawat terbang.
3. Jenis-jenis Berpikir
Menurut Morgan, ada dua macam berpikir yaitu: berpikir austistik dan berpikir
realistik.
a.
Berpikir autistik adalah proses berpikir
yang biasa dikenal
dengan melamun, seperti
fantasi, menghayal, dan lain sebagainya. Berpikir autistik
menjadikan seseorang lari dari kenyataannya dan memandang semua yang anda sebagai gambar-gambar
fantastis. Pada kondisi seperti ini,
berpikir autistik merupakan kegiatan mental yang melantur dan tidak mempunyai tujuan serta arah tertentu.
b.
Berpikir realistis adalah proses berpikir dalam
rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata dan diharapkan dengan itu akan mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi,
disebut juga dengan nalar (reasoning).
Floyd L. Ruch membagi berpikir realistik menjadi tiga bagian yaitu: Deduktif, Induktif, dan Evaluatif.
a. Berpikir deduktif, merupakan proses berpikir yang dimulai dari hal- hal yang bersifat umum pada hal-hal yang bersifat khusus. Berfikir deduktif adalah mengambil kesimpulan dari dua pernyataan, yang pertama merupakan pernyataan umum, dalam logika, disebut dengan
silogisme.
b. Berpikir induktif, merupakan kebalikan dari berpikir deduktif yaitu proses pengambilan keputusan dimulai dari hal-hal yang bersifat khusus menuju umum. Istilah ini dikenal dengan generalisasi. Ketepatan berpikir induktif bergantung pada memadainya kasus yang dijadikan dasar. Berpikir induktif adalah proses berfikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Berfikir induktif ialah menarik kesimpulan umum dari berbagai kejadian (data) yang ada disekitarnya. Dasarnya adalah observasi. Proses berfikirnya adalah sintesis. Tingkatan berfikirnya adalah induktif. Pada hakikatnya,, semua pengetahuan yang dimiliki manusia berasal dari proses pengamatan (observasi) terhadap data.
c. Berpikir evaluatif,
yaitu proses berpikir secara kritis untuk menilai baik atau buruk, tepat atau tidak, bahkan bermanfaat atau
tidaknya sebuah gagasan. Karena
proses ini merupakan proses berpikir yang bebas,
maka seseorang bisa saja untuk menambah atau mengurangi gagasan.
Perlu diingat bahwa jalannya berfikir pada dasarnya
ditentukan oleh berbagai macam faktor, antara lain yaitu bagaimana seseorang
melihat atau memahami
masalah tersebut, situasi
yang tengah dialami
seseorang dan situasi
luar yang dihadapi,
pengalaman– pengalaman orang tersebut, serta bagaimana intelegensi orang tersebut.
Menurut Robert J. Sternberg, menambahkan dengan jenis berpikir
analogi, yaitu berpikir
yang didasarkan pada pengenalan kesamaan.
Biasanya, hal ini dengan menggunakan perbandingan atau kontras.
Ungkapanya:“kita berpikir secara analogis setiap kali kita menetapkan keputusan tentang sesuatu
yang baru dalam pengalaman kita, dengan menghubungkannya pada suatu yang sama
pada masa lalu kita”.
Kemudian jenis-jenis berpikir yang dijabarkan oleh
Sarlito ada dua jenis yaitu:
a.
Berpikir asosiatif, adalah proses berpikir dimana
suatu ide merangsang timbulnya ide lain. Cara berpikir asosiatif dibagi menjadi dua macam;
1) Asosiasi bebas: satu ide akan menimbulkan ide mengenai hal lain, yaitu hal apa saja tanpa ada batasannya. Misalnya ide tentang makan, dapat menimbulkan ide tentang restoran atau dapur.
2) Asosiasi terkontrol, satu ide tertentu akan menimbulkan ide mengenai hal lain dalam batas-batas tertentu. Misalnya ide tentang “membeli mobil” akan memunculkan ide lain tentang harganya, pajaknya, pemeliharaan-nya, mereknya, atau mungkin modelnya.
b. Berpikir terarah, yaitu proses berpikir yang sudah ditentukan sebelumnya dan diarahkan kepada sesuatu, biasanya diarahkan kepada pemecahan persoalan. Ada dua macam berpikir terarah, yaitu;
1) Berpikir kritis, adalah berpikir yang bertujuan untuk membuat keputusan atau pemelihan terhadap suatu keadaan.
2) Berpikir kreatif, adalah berpikir untuk menemukan hubungan baru antara berbagai hal.
Pikiran sendiri ada dua macam yaitu pikiran
sadar dan pikiran
bawah sadar. Manusia
hanya memanfaatkan 12% kekuatan pikiranya, sementara 88% ada pada kekuatan bawah sadar, yg semacam
"perasaan". Diantara
pikiran sadar dan bawah sadar ada Reticular
Activating System (RAS) atau
filter, yang untuk membuka, pintu otak mesti berada pada gelombang Alfa. Pikiran
bawah sadar (yang 88% tadi) menyimpan: Memori,
Self-image, Personality & Habits (kebiasaan).
Menurut Kartono (1996) ada enam pola berpikir,
yaitu:
1) Berpikir konkrit,
yaitu berpikir dalam dimensi ruang, waktu, dan tempat tertentu
2) Berpikir abstrak,
yaitu berpikir dalam ketidakberhinggaan, sebab
bisa dibesarkan atau disempurnakan keluasannya.
3) Berpikir klasifikatoris, yaitu berpikir menganai
klasifikasi atau pengaturan menurut kelas-kelas tingkat tertentu.
4) Berpikir analogis,
yatiu berpikir untuk mencari hubungan
antar peristiwa atas dasar kemiripannya.
5) Berpikir ilmiah, yaitu berpikir
dalam hubungan yang luas dengan
pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian- pembuktian.
6) Berpikir pendek, yaitu lawan berpikir ilmiah yang terjadi secara lebih cepat, lebih dangkal dan seringkali tidak logis.
Kegiatan berfikir memiliki dua ciri, yaitu 1) menggunakan logika dan 2) berfikir analitis. Adanya suatu pola berfikir disebut logika, atau dapat dikatakan pula bahwa penalaran merupakan pola berfikir logis, yang berarti suatu pola berfikir menurut pola tertentu. Proses berfikir analitis pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan berfikir berdasarkan pada langkah-langkah tertentu. Langkah tertentu tersebut merupakan konsekwensi dari logika penalaran.
4. Berbagai Cara Berpikir Dalam Mencari Kebenaran
Ada beberapa taraf dalam usaha manusia untuk mendapatkan kebenaran dan untuk dapat menempatkan pentingnya kedudukan “penelitian”
di antara berbagai taraf tersebut. Kiranya perlu diterangkan bagaimana
proses berpikir dalam taraf-taraf
tersebut dilakukan:
a.
Taraf Kebetulan: dalam taraf ini sebenarnya diperoleh secara kebetulan.
Banyak peristiwa penting dan penemuan yang berharga di dunia ini yang
diilhami oleh sifat kebetulan, tidak sengaja dilakukan penelitian secara ilmiah. Karena itu cara penemuan semacam ini
tidak dapat dogolongkan pada proses
berpikir secara ilmiah. Sebagai contoh dalam
sejarah ialah ditemukannya obat malaria secara kebetulan oleh seorang
pengembara di daerah tropik yang terserang oleh penyakit demam yang datangnya dalam waktu-waktu tertentu.
Kalau
ia sedang terserang
suhu badannya naik dan merasa kedinginan
dan menggigil, begitulah ketika sedang terserang penyakit tersebut ia merasa haus sekali, tetap
sulit memperoleh air, terpaksa ia minum
air rawa, walaupun rasanya pahit dan berwarna merah karena di dalamnya terendam pohon besar yang telah
lama tumbang. Tetapi heran, air rawa
yang kotor tersebut rupanya menyebabkan ia menjadi sembuh, dengan
peristiwa secara kebetulan tadi, kemudian orang
menggunakan air kulit pohon yang serupa dengan batang yang tumbang itu untuk mengobati penyakit demam.
Walaupun cerita ini sulit dibuktikan,
sebagai kisah kejadian kiranya diterima
sebagai gambaran, apa yang dimaksud dengan kebenaran yang diperoleh
dengan penemuan secara kebetulan.
b. Taraf Trial dan Error: proses berpikir dalam taraf ini menggunakan sikap untung-untungan, tetapi ada kelebihannya dibandingkan dengan bekerja dalam taraf kebetulan, karena orang tidak hanya menerima nasib dengan pasif, tetapi sudah ada usaha yang aktif, biarpun sifatnya masih membabi buta dan serampangan, tidak ada kesadaran yang pasti untuk melakukan pemecahan masalah.Trial dan error sebagai dasar dan metode penelitian sangat berbelit-belit, tidak teratur dan tidak pernah pasti, karena itu tidak dapat disebut sebagai metode ilmiah dalam penelitian.
c. Taraf Otoritas dan Tradisi:
dalam hal ini pendapat-pendapat badan atau
orang-orang tertentu yang berwibawa merupakan
kebenaran yang mutlak.
Pendapat-pendapat itu dijadikan
doktrin yang diikuti
dengan tertib tanpa sesuatu
kritik, dan orang-orang tidak lagi berusaha menguji kebenaran tersebut, “the master
always says the truth”. Hal ini
sering kita jumpai dalam rapat-rapat. Masalah otoritas dalam kerja ilmiah sangat
berbahaya karena itu harus kita hadapi dengan hati-hati kadang- kadang otoritas dapat mengandung
kebenaran. Otoritas yang disebabkan pengalaman, sering dipakai sebagai
penuntun mencari langkah
yang pertama untuk penelitian dan selanjutnya tidak lebih dari itu. Dalam kehidupan kemasyarakatan sering kita
jumpai pemujaan rakyat kepada pemimpin yang berkelebihan. Tradisi
dalam kehidupan manusia
memegang peranan yang sangat penting. Pada saat sekarangpun masih banyak kenyataan yang bersumber pada tradisi, sebagai
contoh “selamatan bersih desa”
untuk menolak penyakit yang akan menyerang desa
tersebut. Taraf berpikir otoritas dan tradisi tidak dapat dianggap sebagai metode ilmiah dalam mencari
kebenaran, karena tidak dilandasi suatu sistem dan metode tertentu. Begitu pula kebenarannya tidak diadakan pengujian.
d. Taraf Spekulasi: di dalam sifat-sifatnya proses berpikir pada taraf spekulasi banyak persamaannya dengan trial
dan error, bedanya hanya sifatnya
lebih sistematis. Dalam melakukan tindakan ia berspekulasi atas suatu kemungkinan yang dipilihnya dari beberapa kemungkinan lain. Disini tampak bahwa usahanya
tak dapat disebut
membabi buta. Ia memilih
satu dari beberapa kemungkinan, walaupun ia sendiri masih belum yakin apakah pilihannya itu telah
merupakan cara yang setepat- tepatnya. Di dalam memilih
dan menetapkan suatu jalan ia hanya dibimbing oleh pertimbangan-pertimbangan
yang tidak masak, atas dasar kira-kira
yang kurang diperhitungkan. Dalam pekerjaan keilmuan, kita harus berusaha menjauhkan diri dari cara berpikir
spekulasi.
e. Taraf Berpikir Kritis: proses berpikir dalam taraf ini dilandasi oleh pemikiran dedukatif, artinya mula-mula menempatkan pangkal kebenaran umum atau premise-premise dalam susunan yang teratur dari situasi dan ditarik suatu kesimpulan. Contoh: semua manusia akan mati. Ahmad adalah manusia. Kesimpulan: sebab itu ahmad akan mati. Cara berfikir deduktif ini banyak kelemahannya. Memang kesimpulan- kesimpulan yang ditarik dari premise-premise itu pasti benar, sekiranya premise-premise itu merumuskan kebenaran. Kembali kepada contoh: dari manakah dapat diketahui bahwa semua orang akan mati? Berapakah jumlah orang yang harus mengalami melihat orang mati untuk dapat merumuskan bahwa semua orang akan mati. Premise-premise umum pada galibnya jelas masih ditandai oleh pemikiran secara otoritas, tanpa diadakan penyelidikan akan kebenarannya. Cara berpikir deduktif akhirnya berkembang kearah permainan lidah saja dalam mencari kebenaran. Kebalikan dari berpikir deduktif adalah berpikir induktif. Disini kebenaran diperoleh dengan meneliti terlebih dahulu segala fakta yang diperoleh dari pengalaman langsung. Dari segala fakta inilah ditarik kesimpulan umum. Cara berpikir induktif inipun ada kelemahannya, sebab pengumpulan data sebanyak-banyaknya bukanlah jaminan adanya kesimpulan umum. Perkembangan ilmu pada taraf ini sangat berbahaya, karena orang terlalu mendewakan akal dan ketangkasan lidahnya, seolah-olah kebenaran adalah apa yang dapat dicapai oleh akal atau pikir, lepas dari kenyataan, karena itu proses berpikir pada taraf ini belum bisa dimasukkan sebagai proses berfikir ilmiah.
f. Taraf Berpikir Ilmiah:
dalam taraf ini proses berpikir dapat dikatakan ilmiah apabila:
1) Kebenaran tersebut
telah diuji dan dibuktikan dengan taraf-taraf
berpikir bukan ilmiah.
2)
Dalam mencari kebenaran
dengan penelitian tersebut
harus ada obyek studi yang jelas dengan
sistem-sistem dan metode-metode tertentu.
Jhon Dawey membagi garis-garis besar berfikir secara ilmiah dalam lima taraf:
1)
The felt need.
2)
The problem.
3)
The hypothesis.
4)
Collection of data as evidence.
5)
Concluding belief.
The felt need : Dalam taraf permulaan orang merasakan sesuatu kesulitan untuk menyesuaikan alat dengan tujuannya, untuk menemukan
ciri-ciri sesuatu obyek, atau untuk menerangkan sesuatu kejadian yang tidak terduga.
The problem : Menyadari persoalan
atau masalahnya seorang
pemikir ilmiah dalam langkah selanjutnya berusaha menegaskan persoalan
itu dalam bentuk perumusan masalah.
The hypothesis : Langkah yang ketiga adalah mengajukan kemungkinan pemecahannya atau mencoba
menerangkannya. Ini boleh didasarkan
atas terkaan-terkaan, kesimpulan-kesimpulan yang sangat sementara, teori-teori, kesan-kesan umum atau atas dasar apapun
yang masih belum dipandang sebagai
kesimpulan yang terakhir.
Collection of data as evidence : selanjutnya bahan-bahan, informasi-informasi atau bukti-bukti dikumpulkan dan melalui pengolahan-pengolahan yang logik mulai
diuji sesuatu gagasan beserta- beserta implikasinya.
Concluding belief : Bertitik tolak dari bukti-bukti yang sudah diolah sesuatu gagasan yang semula mungkin
diterima, mungkin juga ditolak. Dengan jalan analisa
yang terkontrol terhadap
hipotesa- hipotesa diajukan disusunlah suatu keyakinan sebagai
kesimpulan.
Kelley
(dalam Hadi, 1987) melengkapi lima taraf berfikir Dawey dengan
satu lagi ialah:
General value of the conclusion : Akhirnya, jika suatu pemecahan telah dipandang tepat, maka disimpulkan implikasiimplikasi untuk masa depan. Ini disebut “refleksi” yang bertujuan untuk menilai pemecahan-pemecahan baru dari segi kebutuhankebutuhan mendatang pertanyaan yang ingin dijawab disini adalah “kemudian apa yang harus dilakukan?”. Ini kerap kali dikemukakan pada taraf yang terakhir dalam suatu pemecahan.
5. Ciri dalam Taraf Berpikir Ilmiah
Dalam taraf berfikir ilmiah kebenaran harus dibuktikan dengan penelitian yang membedakan dengan cara berfikir non ilmiah seperti dalam taraf kebetulan, trial and error, otoritas dan tradisi, spekulasi dan berfikir kritis. Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin manusia dalam taraf keilmuan.
Penyaluran sampai taraf ini disertai
oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat, dan bahwa setiap gejala yang nampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah. Sebab akibat
bukan suatu masalah gaib, bukan suatu
permainan kira-kira, bukan pula sesuatu yang diterima atas otoritas. Dengan sikap yang berbeda ini, manusia telah berhasil menerangkan berbagai gejala yang menampak dan menunjukkan pada kita sebab musabab
yang sebenarnya dari satu atau serentetan akibat. Sejalan dengan sikap itu, maka metode penelitian hanya
akan menarik dan membenarkan suatu kesimpulan apabila telah dibentengi dengan bukti-bukti yang meyakinkan,
jadi bila didalam penelitian diperhitungkan pula ide seseorang yang berkewibawaan, maka kebenaran ide
ini kelak perlu diuji dan bukan saja
terhadap ide yang serupa hal ini berlaku, tetapi juga terhadap penelitian yang terdahulu, baik sebagai verivikasi maupun sebagai follow-up atau
susulan. Ini bukanlah didasarkan atas satu pandangan hidup yang negatif, yang tidak menerima
pendapat luar sebagai
suatu yang dapat
diperhitungkan atau yang “apriori”
dianggap salah.
Sebaliknya untuk menemukan kebenaran
penelitian memperhitungkan segala
sesuatu secara wajar. Penelitian diadakan bukan untuk membuktikan kesalahan suatu pendapat; tetapi untuk menemukan
kebenaran yang sesungguhnya. Ciri dalam taraf berfikir ilmiah melalui penelitian harus adanya obyek studi yang jelas, dengan penggunaan sistem-sistemdan metode-metode tertentu
(Koentjaraningrat, 2007).
Suatu cabang ilmu tentu mempunyai obyek,
dan obyek yang menjadi sasaran itu
umumnya dibatasi. Sehubungan dengan itu, maka setiap ilmu lazimnya mulai dengan merumuskan suatu
definisi (batasan) perihal apa yang hendak dijadikan obyek studinya. Setelah
itu maka obyek studi ditempatkan dalam suatu susunan tertentu
sehingga nyata keduanya yang relatif
dengan obyek-obyek lainnya yang ditinjau dari cabang ilmu yang bersangkutan diletakkan di luar batasan
yang dirumuskan itu. Hubungan cabang-cabang
ilmu yang berada di luar obyek studi dengan obyek studi dikenal sebagai
kerjasama interdisipliner atau multi
disipliner.
Metode dalam dunia keilmuan sangat erat hubungannya dengan sistem dan menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, maka cabang-cabang ilmu itu memperkembangkan metodologinya yang disesuaikan dengan obyek studi ilmu yang bersangkutan. Metode itu merupakan cara yang nantinya akan ditempuh guna lebih mendalami obyek studi itu. Perlu dicatat, bahwa suatu metode dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaiannya dengan obyek studi. Karena itu obyeklah yang menentukan metode dan bukan sebaliknya.
D. Logika
1. Pengertian Logika
Secara Etimologis, Logika berasal dari
bahasa Yunani yang memiliki arti
sebagai hasil pertimbangan akal dan pikiran yang diutarakan melalui kata yang dinyatakan dalam bentuk bahasa.
Jadi logika diartikan sebagai ilmu yang mempelajari jalan pikiran seseorang
yang dikemukakan/dinyatakannya dalam berbahasa. Logika juga merupakan
salah satu cabang dari filsafat. Sebagai ilmu, Logika disebut sebagai
salah satu ilmu pengetahuan yang
mempelajari kecakapan untuk bisa berpikir secara lurus, tepat dan teratur.
Ilmu yang dimaksud mengacu pada
kemampuan rasional untuk dapat mengetahui
kecakapan pada kesanggupan akal budi dalam mewujudkan pengetahuan sebagai sebuah tindakan. Kata logis digunakan
sebagai artian yang masuk akal.
Logika sebagai cabang filsafat yang sebenarnya bersifat praktis, sumber dari penalaran dan sekaligus juga sebagai dasar
filsafat dan sarana
ilmu karena itu merupakan jembatan antara filsafat dan ilmu.
Secara
terminologis logika didefinisikan sebagai teori tentang
penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik
tolak dari suatu
pangkal pikir tertentu
yang kemudian ditarik
suatu kesimpulan. Artinya hal ini akan sesuai dengan
pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat
dilacak kembali yang sekaligus juga benar yang berartti dituntut kebenaran
bentuk sesuai dengan isinya.
Tiap-tiap orang tentu selalu berfikir dalam menyimpulkan segala sesuatu secara ilmiah ataupun juga dalam meyakinkan orang lain. Jadi tiap-tiap pernyataan itu harus dibuktikan, sehingga dalam logika kemudian terdapat pemikiran yang mampu untuk membuktikan suatu pernyataan atau juga ucapan yang dikeluarkan. Logika ini juga termasuk cabang dari filsafat yang membahas mengenai kesimpulan serta juga proses pemikiran dalam mendapatkan suatu kebenaran.
Logika
ini berguna dalam melakukan penyelidikan/menganalisa, merumuskan, serta juga menerapkan
peraturan, sehingga logika ini bukan merupakan teori saja melainkan
merupakan suatu keterampilan dalam menerapkan peraturan
mengenai pemikiran dalam prakterk atau juga tindakan.
Ilmu logika ini diartikan juga yakni sebagai
ilmu yang mempelajari cara berfikir lurus, tepat, serta juga teratur.
Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berfikir itu harus
dilakukan dengan cara tertentu. Suatu
penarikan kesimpulan baru dianggap sahih apabila proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut
cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika.
Dengan demikian “Logika
secara luas didefinisikan sebagai pengkajian untuk berfikir
secara sahih”.
Logika berfikir dapat terbagi atas
Logika Induktif, Logika deduktif. Logika
Induksi merupakan cara berfikir dimana menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus
yang bersifat individual. Logika Deduksi adalah cara berfikir dimana dari
pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang khusus.
Penarikan kesimpulan secara deduktif
biasanya mempergunakan pola, berfikir
silogismus. Silogismus disusun dari
dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
Contoh:
Semua mahluk mempunyai mata (Premis mayor) Si Fulan adalah seorang mahluk (Premis minor) Jadi Si Fulan mempunyai mata (Kesimpulan)
2. Kriteria kebenaran:
a.
Koherensi dan konsistensi. Suatu pernyataan dianggap
benar apabila pernyatan itu bersifat koheren
atau konsisten dengan pernyataan sebebelumnya yang dianggap benar. Seperti Si Fulan mempunyai mata adalah koheren dengan pernyataan
sebelumnya. Selanjutnya matematika merupakan pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktiannya berdasarkan teori koheren.
b. Korespondensi. Suatu pernyataan dianggap benar apabila materi pengetahuan yang dikandung pernyataan berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Misalnya Ibu Kota Indonesia adalah Jakarta.
c. Teori Pragmatisme. Pernyataan dianggap benar apabila pernyataan tersebut fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya pernyataan tersebut dianggap benar apabila memiliki kegunaan praktis dalam kehidupan.
E. Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui tentang
sesuatu objek, misalnya pengetahuan tentang syurga dan
neraka, cara nenanam padi, cara memupuk
padi, mengunci pintu, cara menjual barang, menulis artkel dan sebagainya. Pengetahuan merupakan khasanah
kekayaan mental yang secara langsung
atau tak langsung turut memperkaya kehidupan.
Objek surga dan neraka adalah urusan
agama, cara nenanam padi dan cara
memupuk padi didapatkan melalui ilmu pertanian. Sedangkan cara menjual barang diperoleh dari ilmu
marketing dan cara menulis artikel melalui
ilmu belajar menulis. Dengan demikian
ilmu merupakan bagian dari pengetahuan, namun tidak semua pengetahuan
adalah ilmu.
Ilmu diperoleh melalui proses tertentu, yang disebut dengan metode ilmiah. Pengetahuan yang diproses oleh metode ilmiah tersebut digunakan untuk menjawab permasalahan kehidupan sehari-hari. Dan untuk mencari kemudahan dalam kehidupan. Dengan demikian ilmu pengetahuan merupakan alat untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi manusia. Pemecahan tersebut meliputi meramalkan dan mengendalikan keadaan. Sebelum melakukan peramalan dan pengendalian, maka sesuatu harus difahami mengapa sesuatu dapat terjadi. Penjelasan sesuatu terjadi merupakan sederet hubungan berbagai faktor. Hubungan antar faktor yang kompleks tersebut sering disederhankan, menjadi sebuah model hubungan sederhana yang sering diwujudkan dalam hubungan matematika (rumus).
2. Sumber Pengetahuan
a. Idealisme
Kaum rasionalis mempergunakan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang digunakan dalam penalarannya didapatkan dari ide yang menurut anggapannya jelas dapat diterima. Dan ide tersebut bukan ciptaan pikiran manusia. Faham ini dikenal dengan Idealisme. Kebenaran berdasarkan rasionalisme didapatkan bermacam-mascam pengetahuan mengenai suatu objek tertentu tanpa adanya konsensus yang dapat diterima oleh semua pihak. Dalam hal ini maka pemikiran rasional cenderung untuk bersifat solipsistik (hanya benar dalam kerangka tertentu yang berada dalam bentuk orang yang berfikit tersebut) dan subyektif.
b. Empirisme
Kaum
empiris sangat bersebrangan dengan kaum rasionalisme, mereka berpendapat bahwa pengetahuan manusia
itu bukanlah lewat penalaran
yang abstrak namun lewat pengalaman yang kongkrit. Gejala alamiah menurut
anggapan kaum empiris
adalah bersifat kongkrit
dan dapat dinyatakan lewat tangkapan panca
indera manusia.
Wahyu adalah cara lain untuk memperoleh pengetahuan, yang bersumber dari Allah yang disampaikan oleh Malaikat kepada utusan-Nya, yang mana pengetahuan tersebut tidak buat berdasarkan penalaran. Pengetahuan melalui wahyu meliputi kabar yang telah terjadi, sekarang dan akan datang. Pengetahuan dari wahyu menuntut suatu kepercayan.
c. Instuisi
Instusi adalah pengetahuan yang tiba-tiba datang pada orang yang sedang memusatkan fikirannya pada suatu masalah. Instusi adalah sangat pribadi (personal) dan tidak dapat diproyeksikan. Sebagai dasar untuk menyusun suatu pengetahuan instuisi tidak dapat diandalkan. Namun demikian intuisi dan analitik dapat dikombinasikan untuk menemukan kebenaran
F. Metode Ilmiah
Metode
ilmiah merupakan prosedur
dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi
Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Dengan
demikian tidak semua pengetahuan dapat disebut
ilmu, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi
syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat harus dipenuhi agar pengetahuan disebut
ilmiah tercantum apa yang dinamakan
Metode Ilmiah.
Metode adalah suatu suatu prosedur atau
cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan Metodologi merupakan
suatu kajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam
metode ilmiah. Dengan pengertian lain. Metode Ilmiah adalah merupakan ekspresi mengenai
cara bekerjanya fikiran, sehingga pengetahuan yang dihasilkannya mempunyai
karakteristik-karakteristik tertentu yang dapat diuji kebenarannya.
Metode
ilmiah menggabungkan cara berfikir deduktif
dan berfikir induktif
untuk membangun tubuh pengetahuan. Dengan demikian pengetahuan yang ilmiah memiliki
sifat a) konsisten
dengan teori-teori sebelumnya b) harus cocok dengan fakta-fakta empiris, sebab jika tidak didukung oleh data yang diuji secara
empiris tidak akan diterima sebagai kebenaran ilmiah.
Alur berfikir dalam metode ilmiah dapat
dirumuskan sebagai berikut: Logico-Hypothetico-Verifikasi. Dengan langkah-langkah terperinci sebagai berikut:
1. Perumusan masalah,
yang umumnya dinyatakan dalam pertanyaan mengenai
objek empiris yang jelas batasannya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
2. Penyusunan kerangka
berfikir dalam pengajuan hipotesis.
3. Perumusan hipotesis
4. Pengujian hipotesis
5. Penarikan kesimpulan.
G. Macam-macam Kegiatan Ilmiah Dasar
Proses
kegiatan disebut sebagai
kegiatan ilmiah diantaranya adalah: kegiatan
penelitian (research), pengembangan (development) dan evaluasi (evaluation) apabila yang dipermasalahkan berada dikawasan ilmu dan menggunakan metode berfikir
ilmiah dalam pengkajiannya.
1.
Penelitian (research)
Suatu kegiatan pengkajian terhadap suatu permasalahan yang dilakukan
berdasarkan metode ilmiah yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dari hasil yang dipermasalahkan.
Karya tulis dapat dikatagorikan menjadi tiga macam:
a.
Laporan hasil penelitian
b. Tulisan/ makalah ilmiah ringkasan hasil penelitian
c. Tulisan ilmiah
populer kegiatan penelitian
2.
Pengembangan (development)
Suatu kegiatan yang dapat berupa
perancangan atau rekayasa yang dilakukan dengan berdasar metode berfikir ilmiah guna memecahkan: permasalahan yang nyata terjadi, sehingga
hasil kerja pengembangan berupa pengetahuan ilmiah atau teknologi yang digunakan
memecahkan masalah tersebut.
Karya Ilmiah dapat dibedakan menjadi:
a.
Laporan hasil Pengembangan.
b.
Tulisan makalah ringkasan
hasil pengembangan
3.
Evaluasi (evalution)
Suatu
kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan
informasi yang diperoleh melalui tata cara tertentu berdasar pada metode
berfikir ilmiah. Hasil kerja evaluasi adalah pengetahuan ilmiah yang
digunakan untuk pengambilan kebijakan terhadap
hal yang dipermasalahkan.
Ada perbedaan antara pengetahuan (knowledge)
dan pengetahuan ilmiah (ilmu, science).
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang kita ketahui,
sedangkan ilmu pengetahuan bagian dari pengetahuan yang mempunyai ciri khusus.
Proses
kerja ilmiah dicirikan dengan digunakannya metode
keilmuan yang ditandai dengan adanya:
1) Argumentasi teoritik
yang benar, sahih dan relefan.
2) Dukungan faktor
empiris
3)
Analisa kajian yang mempertautkan antara argumentasi
teoritik dengan faktor empirik terhadap masalah yang dikaji.
Sedangkan ciri khas suatu karya tulis ilmiah yaitu: kebenarannya, metode kajiannya dan tata cara
penelitiannya bersifat keilmuan. Kemudian bentuk dan format penelitian ilmiah sangat beragam
mulai dari laporan
ilmiah yang berbentuk buku atau artikel sampai dengan gagasan yang
ditulis melalui media
massa.
Tidak semua karya tulis itu merupakan karya tulis
ilmiah. (ilmiah artinya mempunyai sifat keilmuan). Suatu karya tulis disebut karya tulis ilmiah apabila sedikitnya memiliki 3 syarat:
1) Isi kajiannya
pada lingkup pengetahuan ilmiah.
2) Langkah pengerjaannya dijiwai atau menggunakan metode ilmiah (berfikir ilmiah).
3) Sosok tampilannya sesuai dan telah memenuhi persyaratan sebagai tulisan keilmuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar