Halaman

Senin, 01 April 2013

Contoh Proposal Skripsi PKn

A.    Latar Belakang Masalah
Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia yang dijiwai oleh nilai-nilai luhur Pancasila atas rasa gotong royong dan kekeluargaan. Namun yang menjadi permasalahan sekarang, mengapa bangsa Indonesia masih mengalami kesulitan besar dalam melahirkan demokrasi.
Berbagai pendapat para ahli bahwa demokrasi pancasila itu merupakan salah satu demokrasi yang mampu menjawab tantangan jaman karena semua kehidupan berkaitan erat dengan nilai luhur Pancasila. Dalam hal ini salah satu tokoh Nasional Dardji Darmodihardjo, berpendapat bahwa “demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang terwujudnya seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945”  . Kemudaian Notonegoro, mengatakan demokrasi pancasila adalah “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berke-Tuhan-nan Yang Maha Esa, yang berkepribadian kemanusiaan yang adil dan beradab yang mempersatukan Indonesia dan yang berkedaulatan seluruh rakyat”  .
Amanat para pendiri negara dan bangsa ini sebagaimana terungkap dalam Pembukaan UUD 1945, maka pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan bangsa harus terarah pada perwujudan dimensi-dimensi nilai yang terkandung dalam Pembukaan Konstitusi tersebut. Dalam rangka itu, diperlukan adanya keseimbangan antara idealisme yang terkandung dalam amanat konstitusi tersebut dengan sikap sebagai anak bangsa terhadap realitas kehidupan yang menghadapkan berbagai permasalahan dan tantangan yang cukup kompleks dan dinamik. Keputusan-keputusan terbaik dalam perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara -sebagai salah satu dimensi nilai dalam Pembukaan Konstitusi- akan bisa dicapai baik berupa kebijakan maupun capaian kinerjanya apabila memiliki kemampuan membumikan secara arief berbagai dimensi nilai lainnya yang terkandung dalam amanat konstitusi tersebut dalam kenyataan dan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Seperti yang pernah ditulis Moh. Hatta bahwa: ”Di desa-desa sistem yang demokrasi masih kuat dan hidup sehat sebagai bagian adat istiadat yang hakiki.” Dasarnya adalah pemilikan tanah yang komunal yaitu setiap orang yang merasa bahwa ia harus bertindak berdasarkan persetujuan bersama. Struktur demokrasi yang hidup dalam diri bangsa Indonesia harus berdasarkan demokrasi asli yang berlaku di desa. Gambaran dari tulisan Moh. Hatta ini tidak lain dari pola-pola demokrasi tradisional yang dilambangkan oleh musyawarah dalam pencapaian keputusan dan gotong royong dalam pelaksanaan keputusannya tersebut .
Dari gambaran di atas, hal ini pula yang menginspirasi demokrasi pancasila yang selalu menjadi kiblat bangsa Indonesia dalam menapaki kehidupan berbangsa dan bernegara masih perlu ditelaah atau dikaji secara lebih dalam lagi. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila yang tidak mungkin terlepas dari rasa kekeluargaan. Akan tetapi yang menjadi pandangan kita sekarang. Mengapa negara ini seperti mengalami sebuah kesulitan besar dalam melahirkan demokrasi.
Dalam hubungan itu demokratisasi yang berlangsung di Indonesia diharapakan berjalan konsisten dengan dimensi-dimensi nilai pembukaan konstitusi tersebut, serta dapat memfasilitasi dan membuahkan keputusan-keputusan terbaik yang diperlukan bagi suksesnya  perjuangan bangsa dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara.
Sejak reformasi bergulir di Indonesia, atmosfer demokrasi berhembus kencang di segenap lapis dan lini kehidupan masyarakat. Masyarakat pun menyambut “peradaban” baru itu dengan antusias. Kebebasan yang terpasung bertahun-tahun lamanya kembali berkibar di atas panggung kehidupan sosial. Meskipun demikian, atmosfer demokrasi itu tampaknya belum diimbangi dengan kematangan, kedewasaan, dan kearifan, sehingga kebebasan berubah menjadi “hukum rimba”.
Mereka yang tidak sepaham dianggap sebagai “kerikil” demokrasi yang mesti disingkirkan. Contoh paling nyata adalah banyaknya berbagai aksi kekerasan yang menyertai perhelatan pilkada di berbagai daerah belakangan ini. Pihak yang kalah bertarung tidak mau menerima kekalahan dengan sikap lapang dada. Jika perlu, mereka memaksakan diri untuk melalukan tindakan anarkhi yang jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi.
Jika kondisi semacam itu terus berlanjut, bukan tidak mungkin benih-benih demokrasi ini akan layu sebelum berkembang. Bagaimana mungkin nilai-nilai demokrasi bisa tumbuh dan berkembang secara kondusif kalau demokrasi dimaknai sebagai sikap besar kepala dan ingin menang sendiri? Bagaimana mungkin atmosfer demokrasi mampu menumbuhkan kedamaian, keadilan, dan ketenteraman kalau perbedaan pendapat ditabukan?
Disadari atau tidak, ketidakmatangan, ketidakdewasaan, dan ketidak-arifan masyarakat dalam menyongsong tumbuhnya iklim demokrasi tidak terlepas dari buruknya penanaman nilai-nilai demokrasi dalam dunia pendidikan. Kelas bukan lagi menggambarkan masyarakat mini yang mencerminkan realitas sosial dan budaya, melainkan telah menjadi ruang karantina yang membunuh kebebasan dan kreativitas siswa didik.
Guru belum mampu bersikap melayani kebutuhan siswa berdasarkan prinsip kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan –sebagai pilar-pilar demokrasi– tetapi lebih cenderung bersikap bak “diktator” yang memosisikan siswa sebagai objek yang bebas dieksploitasi sesuai dengan selera dan kepentingannya. Masih menjadi sebuah pemandangan yang langka ketika seorang guru tidak sanggup menjawab pertanyaan muridnya, mau bersikap ksatria untuk meminta maaf dan berjanji untuk menjawabnya pada lain kesempatan. Hampir sulit ditemukan, siswa yang melakukan kekhilafan diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri. Yang lebih sering terjadi adalah pola-pola indoktrinasi dan dogma-dogma menyesatkan. Siswa diposisikan sebagai pihak yang paling bersalah sehingga harus menerima sanksi yang sudah dirumuskan tanpa melakukan “kontrak sosial” bersama siswa.
Seiring dengan berhembusnya iklim demokrasi di Indonesia, sudah saatnya dilakukan upaya serius untuk membumikan nilai-nilai demokrasi di kelas. Prinsip kebebasan berpendapat, kesamaan hak dan kewajiban, tumbuhnya semangat persaudaraan antara siswa dan guru harus menjadi “roh” pembelajaran di kelas pada mata pelajaran apa pun. Interaksi guru dan siswa bukanlah sebagai subjek-objek, melainkan sebagai subjek-subjek yang sama-sama belajar membangun karakter, jatidiri, dan kepribadian. Profil guru yang demokratis tidak bisa terwujud dengan sendirinya, tetapi membutuhkan proses pembelajaran. Kelas merupakan forum yang strategis bagi guru dan murid untuk sama-sama belajar menegakkan pilar-pilar demokrasi.
Ki Hajar Dewantoro, mewariskan semangat “ing madya mangun karsa” yang intinya berporos pada proses pemberdayaan. Di kelas, guru senantiasa membangkitkan semangat berekplorasi, berkreasi, dan berprakarsa di kalangan siswa agar kelak tidak menjadi manusia-manusia robot yang hanya tunduk pada komando. Dengan cara demikian, kelas akan menjadi magnet demokrasi yang mampu menggerakkan gairah siswa untuk menginternalisasi nilai-nilai demokrasi dan keluhuran budi secara riil dalam kehidupan sehari-hari.
Sudah bukan zamannya lagi, guru tampil bak diktator yang membunuh kebebasan dan kreativitas siswa dalam berpikir. Diberikan ruang dan kesempatan kepada anak di kelas untuk tumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang kritis dan dinamis. Tugas dan fungsi guru adalah menjadi fasilitator dan mediator untuk menjembatani agar siswa tidak tumbuh menjadi pribadi mekanistik yang miskin nurani dan antidemokrasi. Membangun pribadi yang demokratis merupakan salah satu fungsi pendidikan nasional sebagaimana tersurat dalam pasal 3 UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas.
Pada lembaga pendidikan formal atau sekolah sebagai organisasi kerja, diselenggaran secara sengaja, sistematik dan terarah. Sebagai organisasi kerja setiap personal, sarana dan programnya harus dikendalikan, guna menciptakan proses yang terarah pada tujuan tertentu. Berbagai kegiatan dan aktivitas dapat diselenggarakan oleh siswa. Baik aktivitas yang berhubungan dengan kurikulum maupun bersifat ekstra kurikuler. Oleh karena itu di kalangan siswa tersebut perlu dibentuk suatu organisasi yang bertugas untuk merancang dan melaksanakan berbagai kegiatan dan menyelesaikan berbagai masalah dengan mendayagunakan kemampuan sendiri.
Di lingkungan sekolah, organisasi tersebut dinamakan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Melalui organisasi ini siswa dapat belajar berorganisasi dalam arti belajar menjadi anggota dan pimpinan kelompok dengan hak dan kewajiban masing-masing. Organisasi tersebut dengan bimbingan guru pembimbing untuk dapat melaksanakan berbagai kegiatan.
OSIS memiliki fungsi strategis dalam menyelenggarakan kegiatan siswa, karena organisasi ini akan menjadi wadah setiap penyelenggaraan kegiatan. Juga dapat mendorong kreativitas siswa dalam belajar dan berorganisasi. Pengurus OSIS dituntut memahami perilaku organisasi sebagai telaah dan penerapan pengetahuan tentang bagaimana orang bertindak dalam organisasi. Perilaku organisasi menjadi sarana manusia bagi keuntungan manusia yang diterapkan secara luas dalam perilaku orang. Bagaimana membuat program OSIS yang tepat maka pengurus OSIS dituntut dapat mengambil keputusan secara tepat.
Musyawarah OSIS di MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok sudah mencerminkan adanya nilai-nilai demokrasi, terutama terakait dalam proses pengambilan keputusan baik dalam merancang program kegiatan yang akan dilaksanakan maupun dalam menyelesaikan berbagai masalah dan hambatan dengan mendayagunakan kemampuan siswa
Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis dalam memilih alternatif-alternatif untuk mengatasi masalah demi kedinamisan situasi dan kondisi yang akan datang. Pengambilan keputusan tidak dapat dilakukan dengan cara kebetulan atau intuitif, tetapi harus melalui pendekatan yang sistematis dan rasional, seperti mengetahui hakekat permasalahan, menganalisis masalah dengan menggunakan informasi, fakta dan data, memilih alternatif yang rasional efektif dan efisien.
Demikan halnya pada lembaga pendidikan formal atau sekolah sebagai organisasi kerja, diselenggaran secara sengaja, sistematik dan terarah. Sebagai organisasi kerja setiap personal, sarana dan programnya harus dikendalikan. Guna menciptakan proses yang terarah pada tujuan tertentu. Berbagai kegiatan dan aktivitas dapat diselenggarakan oleh siswa. Baik aktivitas yang berhubungan dengan kurikulum maupun bersifat ekstra kurikuler. Oleh karena itu di kalangan siswa tersebut perlu dibentuk suatu organisasi yang bertugas untuk merancang dan melaksanakan berbagai kegiatan dan menyelesaikan berbagai masalah dengan mendayagunakan kemampuan sendiri.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa penyelenggaraan kegiatan OSIS sangat ditentukan oleh proses pengambilan keputusan secara tepat yang terkait dengan penanaman nilai-nilai demokrasi pada siswa. Untuk mengetahui lebih jauh hubungan tersebut, maka penulis menyusun skripsi melalui penelitian dengan judul:  “Penanaman Nilai-nilai Demokrasi terhadap Tipe Kepemimpinan OSIS di MTs Al-Hidayah Rawa Denok Depok”.

B.    Identifikasi Masalah
Penyelenggaraan kegiatan OSIS di MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok  akan berhasil apabila pengurus OSIS dapat membuat program dengan tepat, dalam hal ini sangat tergantung pada ketepatan tipe kepemimpinannya. Untuk mengetahui sejauh mana ketepatan tipe kepemimpinannya, diadakan analisis tentang faktor-faktor yang berhubungan dan mempengaruhi proses kepemimpinan pada OSIS di MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok .
Dengan demikian hal-hal yang berdampak pada proses kepemimpinan  dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1.    Penanaman nilai-nilai demokrasi pada siswa berdampak pada tipe kepemimpinan OSIS.
2.    Komunikasi interpersonal pada siswa berdampak pada tipe kepemimpinan OSIS.
3.    Pemahaman siswa terhadap organisasi sekolah berdampak pada tipe kepemimpinan OSIS.
4.    Motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan sekolah berdampak pada tipe kepemimpinan OSIS.
5.    Kecerdasan emosional berhubungan dengan organisasi sekolah berdampak pada tipe kepemimpinan OSIS.
6.    Kemampuan membina kerjasama secara internal dan eksternal berhubungan dengan organisasi sekolah berdampak pada tipe kepemimpinan OSIS.
7.    Tanggungjawab terhadap pelaksanaan tugas berhubungan dengan organisasi sekolah berdampak pada tipe kepemimpinan OSIS.
8.    Pengalaman siswa dalam berorganisasi di sekolah berdampak pada tipe kepemimpinan OSIS.

C.    Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, peneliti membatasi penelitian ini ke dalam dua variabel, yakni variabel penanaman nilai-nilai demokrasi dan variabel pengambilan keputusan.  
1.    Variabel penanaman nilai-nilai demokrasi dibatasi pada penanaman nilai pada pelajaran PKn selama belajar di di MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok
2.    Variabel tipe kepemimpinan OSIS, dibatasi pada masalah yang berkaitan dengan sikap dan tindakan pengurus OSIS dalam merancang program kegiatan yang akan dilaksanakan maupun dalam menyelesaikan berbagai masalah dan hambatan dengan mendayagunakan kemampuan siswa. 

D.    Perumusan Masalah
Adapun  perumusan masalahnya adalah:
1.    Bagaimana penanaman nilai-nilai demokrasi pada OSIS MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok ?
2.    Bagaimana tipe kepemimpinan OSIS di MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok ?
3.    Bagaimana penanaman nilai-nilai demokrasi terhadap tipe kepemimpinan OSIS di MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok ?

E.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain:
1.    Memberikan wawasan mengenai penanaman nilai-nilai demokrasi
2.    Memberikan wawasan mengenai tipe kepemimpinan dalam organisasi OSIS MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok.
3.    Mengetahui penanaman nilai-nilai demokrasi terhadap tipe kepemimpinan OSIS di MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok.

F.    Kegunaan Penelitian
Adapaun kegunaan penelitian ini secara teoretik dan praktis diharapkan dapat memberikan analisis ilmiah dan mendalam tentang dampak penanaman nilai-nilai demokrasi terhadap tipe kepemimpinan OSIS.  Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:
1.    Secara teoretik memberikan sumbangan pemikiran bagi penyelenggaraan pendidikan berkenaan dengan dampak penanaman nilai-nilai demokrasi terhadap tipe kepemimpinan OSIS.
2.    Secara praktis memberikan masukan kepada kepala MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok dan lembaga penyelenggaraan pendidikan, masyarakat peduli pendidikan serta aparat pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar