Halaman

Senin, 01 April 2013

contoh latar belakang skripsi PKn

A.    Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mencatumkan bahwa tugas utama guru atau pendidik adalah merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan terhadap anak didik dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan,  membina pribadi dan anak didik loyal terhadap ideologi negara Undang-Undang Dasar, kebudayaan bangsa dan selalu menyesuaikan kemampuannya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu Sistem Pendidikan Nasional yang diatur dengan Undang-Undang.
Melalui pendekatan-pendekatan di atas Pendidikan Kewarganegaraan sebagai bagian dari program Adaptif di ajarkan kepada peserta didik dimana program ini berfungsi membentuk peserta didik sebagai individu agar memiliki dasar pengetahuan yang luas dan kuat untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sosial dan lingkungan kerja serta mampu mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu cabang ilmu dari sekian banyak ilmu memang memiliki banyak peranan dan ikut mewarnai kehidupan sehari-hari mulai dari kehidupan bermasyarakat, kehidupan sosial dan agama.
Selain itu sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai persepsi tersendiri didalam kehidupan masyarakat terutama dalam lingkungan pendidikan sebagai objek pembelajaran pada diri masing-masing individu dalam kehidupan sehari-hari. Kesan yang ada dilingkungan masyarakat ini menimbulkan dampak yang sangat besar sehingga melahirkan sikap atau pandangan pada diri siswa.
Pembelajaran PKn sebenarnya mempunyai peran yang sangat penting. Mata pelajaran PKn diharapkan akan mampu membentuk peserta didik yang ideal memiliki mental yang kuat, sehingga dapat mengatasi permasalahan yang akan  dihadapi.
Selama ini proses pembelajaran  PKn di kelas VII  kebanyakan masih mengunakan paradigma yang lama dimana guru memberikan pengetahuan kepada peserta didik yang pasif. Guru mengajar dengan metode konvensional yaitu metode ceramah dan mengharapkan peserta didik duduk, diam, mendengar, mencatat dan menghafal, sehingga proses pembelajaran menjadi monoton dan kurang menarik perhatian peserta didik. Kondisi seperti itu tidak akan  meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memahami mata pelajaran PKn. Akibatnya nilai akhir yang dicapai peserta didik tidak seperti yang diharapkan. Di kelas VII selama ini peserta didiknya masih kurang aktif dalam hal bertanya dan menjawab, peserta didik yang yang aktif hanya sekitar 55 %, dan peserta didik yang mempunyai kemampuan menjawab sekitar 40%.   Pada pelaksanaan ujian Blok, hasil yang dicapai peserta didik kelas VII  sangat jauh dari memuaskan, dimana hanya mendapat daya serap kurang dari 60% atau nilai rata-rata kelas kurang dari 5, berdasarkan analisis situasi/latar belakang di atas maka penulis berkeinginan untuk memperbaiki/mengadakan inovasi pembelajaran.
Memperhatikan permasalahan di atas, sudah selayaknya dalam  pengajaran PKn dilakukan suatu inovasi. Jika dalam pembelajaran yang  terjadi sebagian besar dilakukan oleh masing-masing peserta didik, maka dalam penelitian ini akan diupayakan peningkatan pemahaman peserta didik melalui interaktif belajar.
Interaktif belajar merupakan suatu pendekatan pengajaran yang efektif dalam pencapaian tujuan pendidikan, khususnya dalam  keterampiln interpersonal peserta didik. Diharapkan melalui interaktif belajar dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik pada mata pelajaran PKn. Serta semangat kebersamaan  dan saling membantu dalam menguasai materi PKn. Sehingga peserta didik dapat meningkatkan pemahaman  yang Optimal terhadap mata pelajaran PKn.
Dengan merefleksi bersama antar guru teridentifikasi akar permasalahan yang diduga menjadi penyebab masalah tersebut, yaitu penggunaan strategi pembelajaran yang dilakukan guru PKn masih konvensional, dominasi guru dalam kelas dominan (teacher  centered strategi). PKn yang tidak bermuatan nilai-nilai praktis tetapi hanya bersifat politis atau alat indoktrinasi untuk kepentingan kekuasaan pemerintah. Metode pembelajaran dalam Proses pembelajaran terkesan sangat kaku, kurang fleksibel, kurang demokratis, dan guru cenderung lebih dominan one way method.
Guru PKn mengajar lebih banyak mengejar target yang berorientasi pada nilai ujian akhir, disamping masih menggunakan model konvensional yang monoton, aktivitas guru lebih dominan daripada peserta didik, akibatnya guru seringkali mengabaikan proses pembinaan tatanan nilai, sikap, dan tindakan; sehingga mata pelajaran PKn tidak dianggap sebagai mata pelajaran pembinaan warga negara yang menekankan pada kesadaran akan hak dan kewajiban tetapi lebih cenderung menjadi mata pelajaran yang jenuh dan membosankan.
Untuk menghadapi kritik masyarakat tersebut di atas, suatu model pembelajaran yang efektif dan efisien sebagai alternatif, yaitu meningkatkan interaktif belajar, yang diharapkan mampu melibatkan peserta didik dalam keseluruhan proses pembelajaran dan dapat melibatkan seluruh aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik, serta secara fisik dan mental melibatkan semua pihak dalam pembelajaran sehingga peserta didik memiliki suatu kebebasan berpikir, berpendapat, aktif dan kreatif.
Belajar menurut Oemar Hamalik, adalah “Suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”  . Aspek tingkah laku tersebut adalah pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti, dan sikap. Jika seseorang telah belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan pada salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut. Jadi, belajar adalah sebagai suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori.
Dari uraian tentang belajar di atas, penulis berpendapat bahwa dalam belajar terjadi dua proses yaitu perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang sedang belajar dan interaksi dengan lingkungannya baik berupa pribadi, fakta, dsb. Jadi penulis berkesimpulan bahwa aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan peserta didik) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada peserta didik, sebab dengan adanya aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif, belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan peserta didik secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Aktivitas belajar itu banyak sekali macamnya, sehingga para ahli mengadakan klasifikasi. Oemar Hamalik ,  mengklasifikasikan aktivitas belajar atas delapan kelompok, yaitu:
1. Kegiatan-kegiatan Visual. Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja dan bermain.
2.Kegiatan-kegiatan Lisan. Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi
3.Kegiatan-kegiatan Mendengarkan. Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.
4. Kegiatan-kegiatan Menulis. Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket.
5. Kegiatan-kegiatan Menggambar. Menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta dan pola.
6.Kegiatan-kegiatan Metrik. Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, dan menyelenggarakan permainan
7. Kegiatan-kegiatan Mental. Merenung, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, dan membuat keputusan.
8. Kegiatan-kegiatan Emosional. Minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain.

Berdasarkan pengertian aktivitas tersebut di atas, penulis berpendapat bahwa dalam belajar sangat dituntut keaktifan peserta didik. Peserta didik yang lebih banyak melakukan kegiatan sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan. Tujuan pembelajaran PKn tidak mungkin tercapai tanpa adanya aktifitas peserta didik apalagi dalam pembelajaran PKn antara lain tujuannya adalah untuk menjadikan manusia kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Hal lain yang juga sangat penting pengaruhnya terhadap hasil belajar peserta didik adalah motivasi. Menurut Oemar Hamalik, motivasi adalah perubahan energi pada diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan . Motivasi dapat dibagi menjadi dua jenis:
1. Motivasi Intrinsik, adalah motivasi yang tercakup di dalam situasi belajar dan menemui kebutuhan dan tujuan-tujuan peserta didik. Motivasi ini disebut motivasi murni karena timbul dari diri peserta didik sendiri, misalnya keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperoleh informasi, mengembangkan sikap untuk berhasil, dll.
2. Motivasi Ekstrinsik, adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, misalnya ijazah, tingkatan hadiah, medali, dll. Motivasi ini tetap diperlukan di sekolah, sebab pembelajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat peserta didik. Oleh sebab itu motivasi perlu dibangkitkan oleh guru, sehingga peserta didik mau dan ingin belajar.
Dalam proses pembelajaran, motivasi belajar merupakan faktor yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan belajar. Motivasi terdapat pada kemauan peserta didik, karena kemauan merupakan kebutuhan, keinginan, dorongan dan gerak hati  dalam diri peserta didik, atau merupakan kekuatan yang mengarahkan peserta didik untuk mencapai tujuan, oleh karena itu motivasi merupakan tenaga pendorong yang menggerakan peserta didik untuk mau belajar.
Pada hakekatnya setiap peserta didik memiliki motivasi, tetapi motivasi itu berbeda-beda antara satu dengan yang  lain, artinya ada yang memiliki motivasi tinggi dan ada yang memiliki motivasi rendah. Oleh karenanya motivasi tergantung pada kekuatan kemauannya pada diri peserta didik, karena kemauan merupakan kebutuhan, keinginan, dorongan gerak hati  dalam diri individu oleh karena itu motivasi peserta didik merupakan tenaga pendorong yang menggerakan peserta didik untuk belajar.
Menurut Muhibbin syah , Motivasi  dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,  diantaranya adalah:
1. Faktor internal (faktor dari dalam diri peserta didik), yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani peserta didik.
2.  Faktor eksternal (faktor dari luar peserta didik), yakni kondisi lingkungan disekitar peserta didik, seperti di rumah, di madrasah  atau  di masyarakat.
3.  Faktor pendekatan belajar  (approach to learning), yaitu: strategi dan metode yang digunakan peserta didik untuk kegiatan materi-materi pelajaran.
Anak akan merasa aman secara psikologis apabila, pendidik maupun orang tua dapat menerimanya sebagaimana adanya, tanpa syarat, dengan segala kekuatan dan kelemahannya, serta memberi kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya ia baik dan mampu.
Dalam memberikan pendidikan, seorang pendidik  menciptakan suasana dimana anak tidak merasa selalu 'dinilai'. Karena setiap memberi penilaian terhadap seseorang dapat dirasakan sebagai ancaman, sehingga menimbulkan kebutuhan akan pertahanan diri. Walaupun pemberian penilaian tidak dapat dihindarkan dalam situasi belajar di sekolah, tetapi paling tidak harus diusahakan agar penilaian tidak bersifat atau mempunyai dampak mengancam.
Bagi pendidik dituntut dapat memahami pemikiran, perasaan, dan perilaku anak, dan dapat menempatkan diri dalam situasi anak dan melihat dari sudut pandang anak. Dalam suasana ini anak merasa aman untuk mengungkapkan kreativitasnya. Anak akan merasakan kebebasan psikologis apabila pendidik memberi kesempatan padanya untuk mengungkapkan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya. Sebagai makhluk sosial, mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam tindakan yang merugikan orang lain atau merugikan lingkungan tidakalah dibenarkan. Hidup dalam masyarakat menuntut seseorang untuk mengikuti aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa motivasi belajar dikalangan peserta didik sangat ditentukan bagaimana peranan proses pembelajaran PKn di sekolah. Untuk mengetahui lebih jauh hubungan tersebut, maka penulis menyusun skripsi melalui penelitian dengan judul: “Hubungan antara Motivasi Belajar dengan Interkasi Belajar pada Peserta didik Kelas VII SMP Mandiri Pagedangan Tangerang”

Contoh Proposal Skripsi PKn

A.    Latar Belakang Masalah
Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia yang dijiwai oleh nilai-nilai luhur Pancasila atas rasa gotong royong dan kekeluargaan. Namun yang menjadi permasalahan sekarang, mengapa bangsa Indonesia masih mengalami kesulitan besar dalam melahirkan demokrasi.
Berbagai pendapat para ahli bahwa demokrasi pancasila itu merupakan salah satu demokrasi yang mampu menjawab tantangan jaman karena semua kehidupan berkaitan erat dengan nilai luhur Pancasila. Dalam hal ini salah satu tokoh Nasional Dardji Darmodihardjo, berpendapat bahwa “demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang terwujudnya seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945”  . Kemudaian Notonegoro, mengatakan demokrasi pancasila adalah “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berke-Tuhan-nan Yang Maha Esa, yang berkepribadian kemanusiaan yang adil dan beradab yang mempersatukan Indonesia dan yang berkedaulatan seluruh rakyat”  .
Amanat para pendiri negara dan bangsa ini sebagaimana terungkap dalam Pembukaan UUD 1945, maka pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan bangsa harus terarah pada perwujudan dimensi-dimensi nilai yang terkandung dalam Pembukaan Konstitusi tersebut. Dalam rangka itu, diperlukan adanya keseimbangan antara idealisme yang terkandung dalam amanat konstitusi tersebut dengan sikap sebagai anak bangsa terhadap realitas kehidupan yang menghadapkan berbagai permasalahan dan tantangan yang cukup kompleks dan dinamik. Keputusan-keputusan terbaik dalam perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara -sebagai salah satu dimensi nilai dalam Pembukaan Konstitusi- akan bisa dicapai baik berupa kebijakan maupun capaian kinerjanya apabila memiliki kemampuan membumikan secara arief berbagai dimensi nilai lainnya yang terkandung dalam amanat konstitusi tersebut dalam kenyataan dan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Seperti yang pernah ditulis Moh. Hatta bahwa: ”Di desa-desa sistem yang demokrasi masih kuat dan hidup sehat sebagai bagian adat istiadat yang hakiki.” Dasarnya adalah pemilikan tanah yang komunal yaitu setiap orang yang merasa bahwa ia harus bertindak berdasarkan persetujuan bersama. Struktur demokrasi yang hidup dalam diri bangsa Indonesia harus berdasarkan demokrasi asli yang berlaku di desa. Gambaran dari tulisan Moh. Hatta ini tidak lain dari pola-pola demokrasi tradisional yang dilambangkan oleh musyawarah dalam pencapaian keputusan dan gotong royong dalam pelaksanaan keputusannya tersebut .
Dari gambaran di atas, hal ini pula yang menginspirasi demokrasi pancasila yang selalu menjadi kiblat bangsa Indonesia dalam menapaki kehidupan berbangsa dan bernegara masih perlu ditelaah atau dikaji secara lebih dalam lagi. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila yang tidak mungkin terlepas dari rasa kekeluargaan. Akan tetapi yang menjadi pandangan kita sekarang. Mengapa negara ini seperti mengalami sebuah kesulitan besar dalam melahirkan demokrasi.
Dalam hubungan itu demokratisasi yang berlangsung di Indonesia diharapakan berjalan konsisten dengan dimensi-dimensi nilai pembukaan konstitusi tersebut, serta dapat memfasilitasi dan membuahkan keputusan-keputusan terbaik yang diperlukan bagi suksesnya  perjuangan bangsa dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara.
Sejak reformasi bergulir di Indonesia, atmosfer demokrasi berhembus kencang di segenap lapis dan lini kehidupan masyarakat. Masyarakat pun menyambut “peradaban” baru itu dengan antusias. Kebebasan yang terpasung bertahun-tahun lamanya kembali berkibar di atas panggung kehidupan sosial. Meskipun demikian, atmosfer demokrasi itu tampaknya belum diimbangi dengan kematangan, kedewasaan, dan kearifan, sehingga kebebasan berubah menjadi “hukum rimba”.
Mereka yang tidak sepaham dianggap sebagai “kerikil” demokrasi yang mesti disingkirkan. Contoh paling nyata adalah banyaknya berbagai aksi kekerasan yang menyertai perhelatan pilkada di berbagai daerah belakangan ini. Pihak yang kalah bertarung tidak mau menerima kekalahan dengan sikap lapang dada. Jika perlu, mereka memaksakan diri untuk melalukan tindakan anarkhi yang jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi.
Jika kondisi semacam itu terus berlanjut, bukan tidak mungkin benih-benih demokrasi ini akan layu sebelum berkembang. Bagaimana mungkin nilai-nilai demokrasi bisa tumbuh dan berkembang secara kondusif kalau demokrasi dimaknai sebagai sikap besar kepala dan ingin menang sendiri? Bagaimana mungkin atmosfer demokrasi mampu menumbuhkan kedamaian, keadilan, dan ketenteraman kalau perbedaan pendapat ditabukan?
Disadari atau tidak, ketidakmatangan, ketidakdewasaan, dan ketidak-arifan masyarakat dalam menyongsong tumbuhnya iklim demokrasi tidak terlepas dari buruknya penanaman nilai-nilai demokrasi dalam dunia pendidikan. Kelas bukan lagi menggambarkan masyarakat mini yang mencerminkan realitas sosial dan budaya, melainkan telah menjadi ruang karantina yang membunuh kebebasan dan kreativitas siswa didik.
Guru belum mampu bersikap melayani kebutuhan siswa berdasarkan prinsip kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan –sebagai pilar-pilar demokrasi– tetapi lebih cenderung bersikap bak “diktator” yang memosisikan siswa sebagai objek yang bebas dieksploitasi sesuai dengan selera dan kepentingannya. Masih menjadi sebuah pemandangan yang langka ketika seorang guru tidak sanggup menjawab pertanyaan muridnya, mau bersikap ksatria untuk meminta maaf dan berjanji untuk menjawabnya pada lain kesempatan. Hampir sulit ditemukan, siswa yang melakukan kekhilafan diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri. Yang lebih sering terjadi adalah pola-pola indoktrinasi dan dogma-dogma menyesatkan. Siswa diposisikan sebagai pihak yang paling bersalah sehingga harus menerima sanksi yang sudah dirumuskan tanpa melakukan “kontrak sosial” bersama siswa.
Seiring dengan berhembusnya iklim demokrasi di Indonesia, sudah saatnya dilakukan upaya serius untuk membumikan nilai-nilai demokrasi di kelas. Prinsip kebebasan berpendapat, kesamaan hak dan kewajiban, tumbuhnya semangat persaudaraan antara siswa dan guru harus menjadi “roh” pembelajaran di kelas pada mata pelajaran apa pun. Interaksi guru dan siswa bukanlah sebagai subjek-objek, melainkan sebagai subjek-subjek yang sama-sama belajar membangun karakter, jatidiri, dan kepribadian. Profil guru yang demokratis tidak bisa terwujud dengan sendirinya, tetapi membutuhkan proses pembelajaran. Kelas merupakan forum yang strategis bagi guru dan murid untuk sama-sama belajar menegakkan pilar-pilar demokrasi.
Ki Hajar Dewantoro, mewariskan semangat “ing madya mangun karsa” yang intinya berporos pada proses pemberdayaan. Di kelas, guru senantiasa membangkitkan semangat berekplorasi, berkreasi, dan berprakarsa di kalangan siswa agar kelak tidak menjadi manusia-manusia robot yang hanya tunduk pada komando. Dengan cara demikian, kelas akan menjadi magnet demokrasi yang mampu menggerakkan gairah siswa untuk menginternalisasi nilai-nilai demokrasi dan keluhuran budi secara riil dalam kehidupan sehari-hari.
Sudah bukan zamannya lagi, guru tampil bak diktator yang membunuh kebebasan dan kreativitas siswa dalam berpikir. Diberikan ruang dan kesempatan kepada anak di kelas untuk tumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang kritis dan dinamis. Tugas dan fungsi guru adalah menjadi fasilitator dan mediator untuk menjembatani agar siswa tidak tumbuh menjadi pribadi mekanistik yang miskin nurani dan antidemokrasi. Membangun pribadi yang demokratis merupakan salah satu fungsi pendidikan nasional sebagaimana tersurat dalam pasal 3 UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas.
Pada lembaga pendidikan formal atau sekolah sebagai organisasi kerja, diselenggaran secara sengaja, sistematik dan terarah. Sebagai organisasi kerja setiap personal, sarana dan programnya harus dikendalikan, guna menciptakan proses yang terarah pada tujuan tertentu. Berbagai kegiatan dan aktivitas dapat diselenggarakan oleh siswa. Baik aktivitas yang berhubungan dengan kurikulum maupun bersifat ekstra kurikuler. Oleh karena itu di kalangan siswa tersebut perlu dibentuk suatu organisasi yang bertugas untuk merancang dan melaksanakan berbagai kegiatan dan menyelesaikan berbagai masalah dengan mendayagunakan kemampuan sendiri.
Di lingkungan sekolah, organisasi tersebut dinamakan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Melalui organisasi ini siswa dapat belajar berorganisasi dalam arti belajar menjadi anggota dan pimpinan kelompok dengan hak dan kewajiban masing-masing. Organisasi tersebut dengan bimbingan guru pembimbing untuk dapat melaksanakan berbagai kegiatan.
OSIS memiliki fungsi strategis dalam menyelenggarakan kegiatan siswa, karena organisasi ini akan menjadi wadah setiap penyelenggaraan kegiatan. Juga dapat mendorong kreativitas siswa dalam belajar dan berorganisasi. Pengurus OSIS dituntut memahami perilaku organisasi sebagai telaah dan penerapan pengetahuan tentang bagaimana orang bertindak dalam organisasi. Perilaku organisasi menjadi sarana manusia bagi keuntungan manusia yang diterapkan secara luas dalam perilaku orang. Bagaimana membuat program OSIS yang tepat maka pengurus OSIS dituntut dapat mengambil keputusan secara tepat.
Musyawarah OSIS di MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok sudah mencerminkan adanya nilai-nilai demokrasi, terutama terakait dalam proses pengambilan keputusan baik dalam merancang program kegiatan yang akan dilaksanakan maupun dalam menyelesaikan berbagai masalah dan hambatan dengan mendayagunakan kemampuan siswa
Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis dalam memilih alternatif-alternatif untuk mengatasi masalah demi kedinamisan situasi dan kondisi yang akan datang. Pengambilan keputusan tidak dapat dilakukan dengan cara kebetulan atau intuitif, tetapi harus melalui pendekatan yang sistematis dan rasional, seperti mengetahui hakekat permasalahan, menganalisis masalah dengan menggunakan informasi, fakta dan data, memilih alternatif yang rasional efektif dan efisien.
Demikan halnya pada lembaga pendidikan formal atau sekolah sebagai organisasi kerja, diselenggaran secara sengaja, sistematik dan terarah. Sebagai organisasi kerja setiap personal, sarana dan programnya harus dikendalikan. Guna menciptakan proses yang terarah pada tujuan tertentu. Berbagai kegiatan dan aktivitas dapat diselenggarakan oleh siswa. Baik aktivitas yang berhubungan dengan kurikulum maupun bersifat ekstra kurikuler. Oleh karena itu di kalangan siswa tersebut perlu dibentuk suatu organisasi yang bertugas untuk merancang dan melaksanakan berbagai kegiatan dan menyelesaikan berbagai masalah dengan mendayagunakan kemampuan sendiri.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa penyelenggaraan kegiatan OSIS sangat ditentukan oleh proses pengambilan keputusan secara tepat yang terkait dengan penanaman nilai-nilai demokrasi pada siswa. Untuk mengetahui lebih jauh hubungan tersebut, maka penulis menyusun skripsi melalui penelitian dengan judul:  “Penanaman Nilai-nilai Demokrasi terhadap Tipe Kepemimpinan OSIS di MTs Al-Hidayah Rawa Denok Depok”.

B.    Identifikasi Masalah
Penyelenggaraan kegiatan OSIS di MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok  akan berhasil apabila pengurus OSIS dapat membuat program dengan tepat, dalam hal ini sangat tergantung pada ketepatan tipe kepemimpinannya. Untuk mengetahui sejauh mana ketepatan tipe kepemimpinannya, diadakan analisis tentang faktor-faktor yang berhubungan dan mempengaruhi proses kepemimpinan pada OSIS di MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok .
Dengan demikian hal-hal yang berdampak pada proses kepemimpinan  dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1.    Penanaman nilai-nilai demokrasi pada siswa berdampak pada tipe kepemimpinan OSIS.
2.    Komunikasi interpersonal pada siswa berdampak pada tipe kepemimpinan OSIS.
3.    Pemahaman siswa terhadap organisasi sekolah berdampak pada tipe kepemimpinan OSIS.
4.    Motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan sekolah berdampak pada tipe kepemimpinan OSIS.
5.    Kecerdasan emosional berhubungan dengan organisasi sekolah berdampak pada tipe kepemimpinan OSIS.
6.    Kemampuan membina kerjasama secara internal dan eksternal berhubungan dengan organisasi sekolah berdampak pada tipe kepemimpinan OSIS.
7.    Tanggungjawab terhadap pelaksanaan tugas berhubungan dengan organisasi sekolah berdampak pada tipe kepemimpinan OSIS.
8.    Pengalaman siswa dalam berorganisasi di sekolah berdampak pada tipe kepemimpinan OSIS.

C.    Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, peneliti membatasi penelitian ini ke dalam dua variabel, yakni variabel penanaman nilai-nilai demokrasi dan variabel pengambilan keputusan.  
1.    Variabel penanaman nilai-nilai demokrasi dibatasi pada penanaman nilai pada pelajaran PKn selama belajar di di MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok
2.    Variabel tipe kepemimpinan OSIS, dibatasi pada masalah yang berkaitan dengan sikap dan tindakan pengurus OSIS dalam merancang program kegiatan yang akan dilaksanakan maupun dalam menyelesaikan berbagai masalah dan hambatan dengan mendayagunakan kemampuan siswa. 

D.    Perumusan Masalah
Adapun  perumusan masalahnya adalah:
1.    Bagaimana penanaman nilai-nilai demokrasi pada OSIS MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok ?
2.    Bagaimana tipe kepemimpinan OSIS di MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok ?
3.    Bagaimana penanaman nilai-nilai demokrasi terhadap tipe kepemimpinan OSIS di MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok ?

E.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain:
1.    Memberikan wawasan mengenai penanaman nilai-nilai demokrasi
2.    Memberikan wawasan mengenai tipe kepemimpinan dalam organisasi OSIS MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok.
3.    Mengetahui penanaman nilai-nilai demokrasi terhadap tipe kepemimpinan OSIS di MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok.

F.    Kegunaan Penelitian
Adapaun kegunaan penelitian ini secara teoretik dan praktis diharapkan dapat memberikan analisis ilmiah dan mendalam tentang dampak penanaman nilai-nilai demokrasi terhadap tipe kepemimpinan OSIS.  Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:
1.    Secara teoretik memberikan sumbangan pemikiran bagi penyelenggaraan pendidikan berkenaan dengan dampak penanaman nilai-nilai demokrasi terhadap tipe kepemimpinan OSIS.
2.    Secara praktis memberikan masukan kepada kepala MTs Al-hidayah Rawa Denok Depok dan lembaga penyelenggaraan pendidikan, masyarakat peduli pendidikan serta aparat pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan.

Filsafat Islam

FILSAFAT ISLAM

Dari segi bahasa, filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu gabungan dari kata Philo yang berarti cinta, dan Sofia yang artinya kebijaksanaan, atau pengetahuan yang mendalam . jadi dilihat dari akar katanya , filsafat berarti ingin tahu dengan mendalam atau cinta terhadap kebijaksanaan.
Adapun makna filsafat menurut terminology adalah berfikir secara sistematis, radikal dan universal , pendidikan dan seterusnya.

Dalam pada itu perlu juga di jelaskan tentang cirri – cirri berfikir yang filosofis. Yaitu harus bersifat sistematis, maksudnya fikiran tersebut harus lurus, tidak melompat – lompat sehingga kesimpulan yang dihasilkan oleh pemikiran tersebut benar – benar dapat dimengerti .

Adapun pengertian islam dari segi bahasa adalah selamat sentausa , berserah diri, patuh, tunduk dan taat .
Islam menurut terminology adalah agama yang ajaran – ajarannya di wahyukan oleh Allah kepada manusia melalui nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Allah.

Dari pengertian – pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa filsafat islam adalah berfikir secara sistematis , radikal dan universal , singkatnya filsafat islam itu adalah filsafat yang berorientasi kepada Al Qur’an , mencari jawaban mengenai masalah – masalah asasi berdasarkan wahyu Allah .
Jadi cirri utama filasafat islam adalah berfikir tentang segala sesuatu , dapat berfikir teratur tidak cepat puas dalam penemuan sesuatu , selalu bertanya dan saling menghargai pendapat orang lain.
Filsafat adalah induknya segala ilmu , sebagai induk segala ilmu , maka filsafat mempengaruhi ilmu – ilmu lainnya, seperti ilmu fiqih , ilmu kalam , tafsir dan sebagainya.

    Tujuan belajar filsafat islam
1.    Berpola fikir etamalitis
2.    Hakikat / kebenaran
3.    Bias membedakan mana filsafat yang benar dan mana filsafat yang salah / tidak benar.
4.    Mengetahui tauhid / mengantarkan kita kepada tauhid.

    Hakikat alam menurut islam
1.    Bertasbih     : Mensucikan Allah SWT
2.    Islam         : Taat , tunduk , patuh
3.    Mengikuti    : Hukum Allah / hukum alam

Pengertian Filsafat Islam Menurut Para Ahli

Berikut ini adalah beberapa pengertian filsafat islam menurut para ahli :
1.    Sidi Gazalba memberikan gambaran sebagai berikut : bahwa Tuhan memberikan akal kepada kepada manusia itu menurunkan akal (wahyu / sunah) untuk dia . Dengan akal itu dia membentuk pengetahuan. Apabila pengetahuan manusia itu digerakkan oleh akal menjadikan ia filsafat islam . wahyu dan sunnah (terutama mengenai yang ghaib ) yang tidak mungkin di buktikan kebenarannya dengan riset , filsafat islamlah yang memberikan keterangan , ulasan dan tafsiran sehingga kebenarannya terbuktikan dengan pemikiran udi yan bersistem , radikal dan umum (Drs. Sidi Gazalba, hal 31 )

2.    Ahmad Fuad al-Ahwani: Filsafat islam adalah pembahasan tentang alam dan manusia yang disinari ajaran islam .

3.    Mustofa Abdur Razik : Filsafat islam adalah filsafat yang tumbuh di negeri islam dan di bawah naungan Negara islam, tanpa memandang agama dan bahasa – bahasa pemiliknya. Pengertian ini di perkuat oleh Prof. Tara Chand, bahwa orang – orang nasrani dan Yahudi yang telah menulis kitab – kitab filsafat yang bersifat keritis atau terpengaruh oleh islam, sebaiknya di masukkan kedalam filsafat islam. 

4.    Dr. Ibrahim Madzukur mengatakan : Filsafat arab bukanlah berarti bahwa ia adalah produk suatu rasa atau umat. Meskipun demikian saya mengutamakan menamakannya filsafat islam , karena islam bukan akidah saja, tetapi juga sebagai peradaban. Setiap peradaban mempunyai kehidupan sendiri dalam aspek moral , material , intelektual dan emosional . Dengan demikian , filsafat islam mencakup seluruh study filosofis yang ditulis di bumi islam , apakah ia hasil karya orang – orang Nasrani ataupun orang Yahudi  ( Fuad Al-Ahwani , hal 15.)